Cetak Rekor Buruk Sepanjang Sejarah, PPP Tidak Lolos ke Parlemen

Oleh: Ahda Bayhaqi
Kamis, 21 Maret 2024 | 12:25 WIB
DPR saat rapat paripurna (Indonesiaglobe/Ahda)
DPR saat rapat paripurna (Indonesiaglobe/Ahda)

Indonesiaglobe.id - Pertama kalinya dalam sejarah, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tidak lolos ke DPR. Penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2024, PPP hanya meraup 5.878.777 suara atau 3,87 persen.

PPP tidak mampu lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4 persen. Ini menjadi rekor terburuk PPP sejak terbentuk di era Orde Baru.

PPP adalah partai yang didirikan dari fusi partai-partai Islam di era Presiden Soeharto. PPP lahir pada 5 Januari 1973.

Awal mulai pembentukan PPP karena keinginan Presiden Soeharto menyederhanakan partai politik. Dasar penggabungannya adalah empat partai berideologi Islam di DPR dengan nama Fraksi Persatuan Pembangunan. Yaitu Nahdlatul Ulama (NU), Partai Islam Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).

Dalam perjalanannya di Orde Baru, PPP menjadi oposisi. Menjelang pemilu legislatif 1977, masyarakat mencari pilihan selain Golkar yang merupakan partai pemerintah.

Namun, pemerintah Orde Baru bergerak menekan masyarakat supaya tidak memilih PPP. Hasilnya pada pemilu ketika itu, PPP meraih suara di urutan kedua dengan 27% suara.

Tahun 1984, NU di bawah kepemimpinan Abdurrahman Wahid menarik diri dari PPP. Hasilnya, kekuatan PPP melemah. Dibuktikan dengan hasil Pemilu 1987 PPP mengalami penurunan menjadi 16 persen dari 28 persen pada Pemilu 1982.

Menjelang Pemilu 1997, muncul gerakan Mega-Bintang. Pendukung PDI barisan Megawati Soekarnoputri bersatu dengan PPP untuk menghadapi Golkar. Hasil pemilu saat itu, PPP mengalami penambahan suara menjadi 22,43 persen.

Setelah Soeharto lengser pada tahun 1998, suara PPP mengalami penurunan. PPP hanya mendapatkan 10,71 persen pada Pileg 1999. Diduga penyebabnya muncul partai baru yang berkontestasi setelah Soeharto tumbang, dan ada pergeseran ideologi.

Pada Pemilu 2004, PPP kembali mengalami penurunan suara menjadi 8,15 persen. Di tahun ini untuk pertama kalinya pemilihan presiden digelar secara langsung, PPP mencalonkan pasangan Hamzah Haz dan Agum Gumelar. Namun, hanya berhasil meraup 3,1 persen suara.

Pemilu 2009, PPP kembali mengalami penurunan dengan hanya memperoleh 5,3 suara dengan 37 kursi di DPR.

Pemilu 2014 menjadi momen penting PPP di era setelah reformasi. Sebabnya, hasil Pemilu 2014 menjadi cikal bakal perpecahan internal dan dualisme kepemimpinan yang cukup panjang.

Perolehan PPP pada Pemilu 2014 memang ada kenaikan dari sebelumnya, yaitu 6,53 persen. Namun jauh dari target 12 persen suara nasional. Diduga penyebabnya adalah manuver Ketum PPP Suryadharma Ali yang mendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2014 saat menghadiri kampanye Gerindra pada 23 Maret 2014.

Konflik berakhir damai setelah Suryadharma meminta maaf. Akhirnya PPP mendukung Prabowo sebagai calon presiden pada Pilpres 2014.

Konflik kemudian berlanjut ketika Suryadharma Ali ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi haji pada 23 Mei 2014. Pemecatan terhadapnya menjadi pemicu.

Akhirnya terjadi perebutan kepengurusan PPP antara kubu Muktamar Surabaya yang menjadikan M Romahurmuziy sebagai ketua umum. Dengan Djan Faridz yang ditunjuk Suryadharma Ali sebagai ketua umum menggantikan dirinya.

Pada akhirnya, kepengurusan kubu Rommy yang diakui pemerintah.

Kemudian, Pemilu 2019 dijalani PPP dengan masih adanya sisa-sisa konflik dualisme kepengurusan. PPP hanya meraup 4,5 persen atau 19 kursi di DPR.

Sebelum pencoblosan Pemilu 2019, Rommy menjadi tersangka di KPK. Suharso Monoarfa menjadi plt.

Pada Muktamar IX PPP 2020, Suharso ditetapkan sebagai ketua umum. Bersamaan dengan itu, kubu Djan Faridz diterima dalam kepengurusan PPP. Dualisme pun usai.

Menjelang Pemilu 2024, terjadi konflik internal PPP. Suharso Monoarfa diberhentikan sebagai ketua umum. Kemudian digantikan oleh Muhamad Mardiono sebagai plt.

Sayangnya, Pemilu 2024 menjadi titik terendah perolehan suara partai berlambang Ka'bah ini. PPP tidak mampu lolos ambang batas 4 persen.

Meski, masih ada jalur gugatan sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi. Ketua DPP PPP Achmad Baidowi menyatakan PPP akan mengajukan gugatan. Lantaran, penghitungan internal PPP seharusnya mendapatkan suara di atas 4 persen. Diklaim ada selisih 200.000 suara dari penetapan KPU.

"Data internal kami menunjukkan bahwa PPP sudah melewati angka empat persen selisih sekitar 200.000 suara," jelas Achmad Baidowi.

PPP kini menyiapkan tim hukum untuk mengajukan gugatan sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka punya waktu tiga hari sejak penetapan untuk menyikapi hasil pemilu dengan mengajukan gugatan ke MK.

"PPP sudah mempersiapkan tim hukum yang dipimpin pengacara senior Soleh Amin untuk mengajukan gugatan," ujar Achmad Baidowi.sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: