Ini Dampak Buruk Artificial Intelligence, Bias Data Jadi Ancaman

Oleh: Imantoko Kurniadi
Rabu, 27 Maret 2024 | 10:00 WIB
Ilustrasi artificial intelligence. (Foto/Freepik)
Ilustrasi artificial intelligence. (Foto/Freepik)

Indonesiaglobe.id - Sebuah survei gabungan antara Kearney dan Egon Zehnder berjudul Leadership in the Age of AI, mengungkapkan bahwa meskipun AI dianggap sebagai pendorong utama evolusi bisnis, menawarkan visi  seputar inovasi, efisiensi, dan pengambilan keputusan berdasarkan data, rupanya AI juga menimbulkan kekhawatiran terkait penggantian tenaga kerja dan pelanggaran privasi data. 

Risiko ini pun harus disadari oleh para pembisnis agar memahami dimensi teknis AI dan secara strategis mengatasi risiko dalam mengintegrasikan AI secara bertanggung jawab dan efektif.

Secara berlahan tapi pasti di era digital yang terus berkembang ini, peran AI semakin mendominasi.

Setidaknya terdapat empat risiko kunci yang harus diprioritaskan oleh para pemimpin antara lain.

●  Bias Data: Kualitas output model AI secara langsung terkait dengan data yang dilatih. Jika data latihan tidak mencerminkan keberagaman dunia nyata secara seimbang, AI dapat menghasilkan hasil yang bias.

●  Halusinasi Data: Model AI generatif sangat akurat tetapi tetap 100% yakin bahkan saat salah. Hal ini memerlukan proses keterlibatan manusia untuk terus memverifikasi hasil model.

●   Biaya yang membengkak: Seiring dengan meningkatnya volume data yang disimpan oleh platform AI, biaya pengumpulan, penyimpanan, dan pemrosesan juga meningkat.

● Ketergantungan dan reliabilitas: Ada kekhawatiran tentang ketergantungan pada AI dan keandalannya.

Indonesia sendiri mengakui potensi besar AI dan berkomitmen untuk memanfaatkan kegunaan transformatifnya secara aman. 

Saat ini Indonesia telah mengambil langkah-langkah proaktif dengan mengeluarkan pedoman yang menjabarkan pertimbangan etis penggunaan AI, dan menciptakan lingkungan yang mendukung adopsi dan inovasi yang bertanggung jawab.

Tahun lalu, Indonesia merilis blueprint Digital Vision 2045 yang dibuat oleh Kementerian Kominfo dan Strategi Ekonomi Digital 2030 yang dibuat oleh Menteri Koordinator Perekonomian meliputi peran kunci AI untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. 

Blueprint Strategi Nasional AI 2020 juga telah diterbitkan, dengan lima prioritas nasional, termasuk pelayanan kesehatan, reformasi birokrasi, pendidikan, keamanan pangan, dan pengembangan kota cerdas.

"Para pemimpin bisnis perlu menekankan pendekatan strategis dan bijaksana dalam mengintegrasikan AI, melakukan investasi tambahan sesuai kebutuhan, fokus pada faktor risiko yang kritis, dan mengambil langkah-langkah pragmatis untuk mencapai kesuksesan jangka panjang." ucap Rohit Sethi, Principal Kearney, dikutip dari keteranganya, Rabu (27/3/2024).

Para pemimpin bisnis dapat menavigasi adopsi AI dengan memprioritaskan faktor-faktor utama: (i) mendefinisikan dengan jelas business case untuk integrasi AI, (ii) memastikan kualitas dan keandalan data menjadi yang utama, (iii) menggabungkan langkah-langkah keamanan yang kuat untuk melindungi data sensitif dan membuat pedoman dan kebijakan etika, (iv) menetapkan desain arsitektur yang bijaksana untuk integrasi yang lancar dan dapat diskalakan, dan (v) mendorong adopsi AI yang berkelanjutan, termasuk perubahan budaya di dalam organisasi.sinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar: