Begini Potensi Merger Smartfren-XL Axiata di Tengah Proyek Starlink

Oleh: Imantoko Kurniadi
Rabu, 19 Juni 2024 | 17:13 WIB
Ilustrasi merger. (Foto/Freepik)
Ilustrasi merger. (Foto/Freepik)

BeritaNasional.com -  Aksi merger masih terus berlanjut, Smartfren dan XL Axiata kini dinilai menjadi kandidat terkuat untuk gelar penggabungan perusahaan jilid II, paska Indosat Ooredoo dan Tri Indonesia.

Jadi menarik pada penggabungan perusahaan telekomunikasi jilid II ini ditengah polemik layanan internet berbasis satelit, Starlink. 

Merespons hal itu, Mohammad Ridwan Effendi, Pengamat Telekomunikasi, menilai merger tersebut bakal meningkatkan daya tawar yang lebih tinggi.

"UU Cipta kerja memungkinkan pengalihan frekuensi sesama operator seluler yang melakukan merger," kata Ridwan, kepada BeritaNasional.com, Rabu (19/6/2024). 

"Sehingga frekuensi seluler akan menjadi lebih ideal untuk memberikan layanan 5G. Agak terbalik starlink membutuhkan frekuensi seluler kalau akan masuk ke Direct To Cell. merger ini akan menjadi daya tawar yang lebih tinggi," jelasnya lebih lanjut.

Tidak dipungkiri dengan merger ini, gabungan kedua perusahaan ini akan sangat besar, baik dari sisi sumberdaya frekuensi maupun dari sisi kesiapan jaringan optik.

Smartfren dan XL Axiata memiliki keunggulan masing-masing. Smartfren, melalui anak usahanya Smartel, telah mengakuisisi Moratelindo, sedangkan XL Axiata telah mengakuisisi Link Net.

Dari segi kepemilikan spektrum frekuensi, Smartfren mengoperasikan 11 MHz untuk uplink dan 11 MHz untuk downlink di pita 800 MHz, serta 40 MHz di pita 2,3 GHz. 

Sementara itu, XL Axiata memiliki total 90 MHz yang terdiri dari 45 MHz untuk uplink dan 45 MHz untuk downlink di pita frekuensi 1,9 GHz dan 2,1 GHz yang digunakan untuk 5G.

Kendati demikian, Ridwan menekankan harus ada skema dan program untuk menyehatkan industri telekomunikasi paska Starlink memancarkan layanannya ke Indonesia.

"Tentu yang terkena dampak pertama adalah operator satelit. Seharusnya ada regulasi mengatur biaya yang wajar masih menguntungkan secara bisnis," ungkap 

"Kemudian operator telekomunikasi harus kena beban regulasi yang adil. Untuk layanan internet Very Small Aperture Terminal (VSAT) atau pun Direct To Cell beban regulasi harus sesuai dengan peruntukannya dan juga kewajiban yang sama seperti membangun Daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T), wajib bayar universal service obligation (USO) dan lain-lain," tandasnya.

Kelanjutan Merger Smartfren dan XL Axiata: Sampai Mana Prosesnya?

Merger Smartfren-XL Axiata

Sebelumnya Presiden Direktur Smartfren, Merza Fachys, memberikan update mengenai perkembangan proses merger antara Smartfren dan XL Axiata.

Beberapa waktu lalu, pemegang saham kedua perusahaan menandatangani MoU yang bersifat tidak mengikat terkait kesepakatan penjajakan.

Menurut Merza, proses konsolidasi ini masih berlangsung, dengan penekanan bahwa merger antara dua operator adalah proses yang panjang.

Saat ini, para pemegang saham kedua perusahaan telah menandatangani MoU mengenai penjajakan merger.

Pada 15 Mei 2024, pemegang saham dan pengendali Smartfren, yakni PT Wahana Inti Nusantara, PT Global Nusa Data, dan PT Bali Media Telekomunikasi, bersama Axiata Group Berhad, telah menandatangani nota kesepahaman.

"Para pemegang saham sepakat untuk melakukan penjajakan menuju konsolidasi atau penggabungan," ujar Merza di konferensi pers Smartfren Run 2024 di Jakarta, Jumat (7/6/2024).

Setelah penandatanganan kesepakatan tersebut, masing-masing pihak akan melakukan due diligence sebagai langkah awal menuju merger Smartfren dan XL Axiata.sinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar: