Menteri Pertanian Proses Hukum 4 Perusahaan Pupuk Palsu Rugikan Petani Rp 3,2 Triliun
BeritaNasional.com - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sedang memproses hukum empat perusahaan penyedia pupuk palsu dan 23 perusahaan pupuk yang tak sesuai standar. Empat perusahaan itu telah merugikan petani hingga Rp 3,2 triliun.
Amran mengatakan, perusahaan pupuk palsu dan tak sesuai standar tersebut didapatkan karena pihaknya telah menerima laporan, serta segera melakukan uji laboratorium yang membuktikan bahwa perusahaan itu hanya menggunakan Nitrogen, Phosphorus, dan Potassium (NPK) yang di bawah 1 persen. Padahal minimal penggunaan NPK pada pupuk yakni 15 persen.
"Pupuk yang palsu maupun pupuk yang spesifikasinya kurang itu semua merugikan petani. Kami minta mulai hari ini ditindaklanjut (proses hukum)," kata dia.
Selain memproses hukum perusahaan-perusahaan itu, Amran juga melabelkan daftar hitam (blacklist) kepada para pemilik perusahaan. Walaupun membuat perusahaan baru, pihaknya tidak akan menerima kerja sama sebagai vendor di Kementerian Pertanian.
Amran menjelaskan, angka kerugian itu dihitung berdasarkan biaya rata-rata pengelolaan lahan yang dikeluarkan oleh petani di Indonesia yakni sebesar Rp 19 juta per hektare.
Jika diakumulasikan dari pupuk palsu dan pupuk dengan spesifikasi rendah, total kerugian masing-masing mencapai Rp 600 miliar dan Rp 3,2 triliun.
"Karena petani mengeluarkan biaya untuk pembibitan, pupuk, pengelolaan tanah, dan seterusnya. Itu kurang lebih per hektare Rp 19 juta," ujarnya dikutip dari Antara.
Amran mengatakan, ia sudah menonaktifkan 11 pegawai di Kementerian Pertanian yang terdiri dari eselon II dan III, serta pegawai yang memproses pengadaan pupuk tersebut. "Bila perlu kami kirim ke penegak hukum," katanya.
5 bulan yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 20 jam yang lalu
TEKNOLOGI | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu