Kata Kapolri soal Ramai Isu Parcok
BeritaNasional.com - Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo enggan menanggapi terkait isu dugaan keterlibatan partai coklat atau "parcok" dalam Pilkada serentak 2024. Diketahui isu itu menyangkut dugaan tidak netral aparat kepolisian dalam gelaran Pemilu.
"Ya tanyakan partai lah," ujar Sigit saat ditanya awak media di Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Kamis (5/12/2024).
Tanpa menyebut pasti partai yang dimaksud, Sigit memilih untuk tidak menanggapi isu soal Parcok tersebut. Dengan langsung meninggalkan ruang jumpa pers di Rupatama Mabes Polri.
Sebelumnya, Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani menanggapi isu partai cokelat atau parcok di Pilkada 2024. Puan mengatakan, pihak-pihak yang menuduh adanya partai cokelat sebaiknya melaporkan ke penegak hukum.
Pernyataan Ketua DPR RI ini menanggapi sejumlah kader PDIP yang mengungkapkan adanya dugaan cawe cawe partai cokelat alias polisi di Pilkada 2024.
"Jika ada bukti kemudian memang terlihat secara nyata, saya meminta untuk dilaporkan," ujar Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Puan juga mempersilahkan masyarakat melaporkan tuduhan tersebut apabila memiliki bukti keterlibatan partai cokelat.
"Kemudian biar masyarakat yang kemudian juga melaporkan jika memang ada bukti-bukti terkait dengan hal tersebut," ujarnya.
Sementara, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman merespons soal 'Partai Cokelat' (Parcok) yang mengacu pada aparat Kepolisian diduga digerakan dalam Pilkada 2024 memenangkan pasangan calon tertentu adalah isu hoaks.
"Apa yang disampaikan oleh segelintir orang terkait parcok dan lain sebagainya itu, kami kategorikan sebagai hoaks," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Selain itu, Politisi Partai Gerindra ini membela Kapolri yang dituding menjadi dalang pengerahan Parcok. Menurutnya, tidak mungkin institusi Polri cawe-cawe dalam pilkada. Sebab, peta politik dalam pilkada sangat cair, antara satu daerah dengan daerah lainnya.
"Hampir nggak mungkin Kapolri menggunakan institusinya untuk kepentingan kubu tertentu. Karena di setiap pilkada itu bisa terjadi mix antar kubu partai-partai politik. Di provinsi A misalnya, partai A berkoalisi dengan partai B, di provinsi lainnya berseberangan. Jadi secara logika nggak logis ya," tambahnya.
6 bulan yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 10 jam yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 6 jam yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 20 jam yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu