Fraksi PKS DKI Minta Wacana Penunjukkan Kepala Daerah Lewat DPRD Dikaji Lagi

Oleh: Lydia Fransisca
Selasa, 17 Desember 2024 | 15:59 WIB
Warga memasuki TPS 065 untuk menggunakan hak pilihnya pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 di TPS 065 lebak bulus, Jakarta, Rabu (27/11/2024).(BeritaNasional.com/Oke Atmaja)
Warga memasuki TPS 065 untuk menggunakan hak pilihnya pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 di TPS 065 lebak bulus, Jakarta, Rabu (27/11/2024).(BeritaNasional.com/Oke Atmaja)

BeritaNasional.com -  Penasehat Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, Achmad Yani, berujar bahwa pemerintah pusat perlu mengkaji kekurangan dan kelebihan dari pelaksanaan Pilkada tak langsung itu, jika dibandingkan dengan sistem Pilkada yang berlaku saat ini.

"Wacana penunjukan kepala daerah oleh DPRD harus dikaji terlebih dahulu. Apa kelebihan dan kekurangan dari pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang saat ini dilakukan?" kata Achmad Yani kepada Beritanasional.com, Selasa (17/12/2024).

Achmad Yani berujar, pengkajian tersebut harus dilakukan dengan melibatkan akademisi, tokoh masyarakat, hingga partai politik.

"Setelah adanya evaluasi dan kajian, barulah bisa diambil suatu kebijakan. Apakah kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat atau dipilih oleh DPRD," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Komisi II DPR mempertimbangkan gagasan Presiden Prabowo Subianto tentang kepala daerah yang dipilih oleh DPRD. Komisi II menampung wacana tersebut untuk merencanakan omnibus law terkait perpolitikan.

"Bagi Komisi II DPR RI, hal ini menjadi penting sebagai salah satu bahan untuk kami melakukan revisi terhadap omnibus law politik," ujar Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda, kepada wartawan yang dikutip pada Senin (16/12/2024).

Omnibus law politik itu akan memuat soal pemilu dan pilkada, serta bab mengenai politik dan hukum acara sengketa Pemilu.

Wacana kepala daerah dipilih DPRD, menurut Rifqi, masih konstitusional, tetapi dengan catatan bahwa pemilihan tersebut harus memiliki derajat dan legitimasi demokratis.

"Hal yang paling mendasar yang harus menjadi acuan kita bersama adalah terkait ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 yang menyatakan bahwa gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota, dipilih secara demokratis," ujar Rifqi.

Politikus NasDem ini sepakat bahwa salah satu alasan sistem pemilihan kepala daerah diubah adalah karena politik uang yang masif. Sistem pemilihan langsung memunculkan budaya politik uang yang kuat.

"Usul agar budaya dan kultur politik kita tidak barbarian, termasuk soal money politics, menjadi juga salah satu pertimbangan penting kenapa pemilihan itu tidak lagi dilakukan secara langsung," katanya.sinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar: