Bukan Sekedar Dekorasi, Ini Makna di Balik Lampion dan Pelita pada Vihara Amurva Bhumi

Oleh: Bachtiarudin Alam
Senin, 27 Januari 2025 | 15:35 WIB
Lampion dan deretan pelita pun sudah mulai terpasang rapih menghiasi vihara. (BeritaNasional/Bachtiar).
Lampion dan deretan pelita pun sudah mulai terpasang rapih menghiasi vihara. (BeritaNasional/Bachtiar).

BeritaNasional.com - Kemeriahan perayaan Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili mulai terasa, salah satunya di Vihara Amurva Bhumi (Hok Tek Tjeng Sin), Jalan Prof Dr Satrio, Kelurahan Karet Semanggi, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan yang mulai bersolek.

Seluruh ornament dengan nuansa merah merona seperti dari lampion dan deretan pelita pun sudah mulai terpasang rapih menghiasi vihara. Semua itu disiapkan untuk menyambut awal tahun ular kayu yang jatuh pada 29 Januari 2025.

“Ya umat pada ikut udah kerja, bantu -bantu, pengurus semua pada ikut bersih-bersih rupang. Persiapan buat
nanti malamnya tuh, tanggal 23, malam 24 itu, sembahyang lagi kita doa bersama, ya,” kata Pendiri Yayasan Amurva Bhumi, Tang Hong Huy saat ditemui di lokasi, Senin (27/1/2025).

Namun, dari dua ornamen lampion dan pelita yang telah terpasang ternyata bukan sekedar hiasan. Keduanya memiliki makna mendalam penuh arti bagi umat Konghucu.

“Yakan ini juga, kalau kita bilang ya umat yang mau berdana, ada rezeki, ada kelancaran usahanya, segala macam, dia berdana, pasang ini lampion, gitu,” kata Tang.

Jadi setiap lampion yang terpasang merupakan sumbangan dari setiap jemaat. Disana nantinya akan tertulis nama-nama jemaat yang menyumbang sebagai bentuk harapan menyambut tahun baru Imlek.

“Supaya, ya minta berharap tahun ini, tahun ular ini, dia lebih berkah, usahanya lebih lancar. Kayak gitu aja. Sekarang misalnya kayaknya ada 80 (lampion terpasang),” terang Tang.

Lantas terkait dengan makna pelita puja, Tang menjelaskan kalau itu merupakan salah satu ritual Imlek bagi jemaat Tionghoa yang mana sebuah gelas akan diisi minyak dan diberi sumbu pelita.

Di mana pelita yang ada di vihara juga sama seperti lampion yang menjadi sumbangan dari para jemaat. Nantinya akan dinyalakan saat hari raya Imlek tertulis nama-nama setiap jemaat di masing-masing gelasnya.

“Pelita (ada 300-an) gak jauh beda sama ini lampion. Gak jauh beda (maknanya), sama. Cuma kalau pelita kan lebih ke tradisional ya. Karena dulu kan lagi jamannya Budhis era itu kan, sampai sekarang masih ada kan. Mangkok pelita itu,” ucapnya.

Dengan tujuan menggambarkan sebuah cahaya yang menerangkan. Tang menceritakan asal muasal pemakaian pelita saat perayaan tahun baru Imlek diambil dari perjalanan seorang nenek rela memotong rambutnya demi mendapat minyak untuk menerangi.

“Ada seorang nenek yang dia itu juga mungkin gak bisa beli minyaknya. Tapi dia ada rambut, sampe rambutnya dipotong, buat sekedar dapet minyak. Untuk pasang pelita itu. Nah ini sampai sekarang tuh jadi masih dipertahankan pasang pelita gitu,” kata dia.

“Supaya bisa dia dapet penerangan. Dia potong rambutnya, jadi dijual, terus dapet lah minyak, secangkir minyak, dia pasang lah di kuil, kayak begitu. Itu yang memang sampai sekarang masih ada. Ibarat kata itu memang sejarahnya ada,” sambung dia.sinpo

Editor: Harits Tryan Akhmad
Komentar: