Teori Denny JA Era AI Mulai Diajarkan di Kampus

Oleh: Tim Redaksi
Sabtu, 15 Februari 2025 | 15:33 WIB
Denny JA. (Foto/Istimewa).
Denny JA. (Foto/Istimewa).

BeritaNasional.com - Pemikiran Denny JA mengenai agama dan spiritualitas di era Artificial Intelligence (AI) akan menjadi bagian dari kurikulum di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia.  Materi ini akan disampaikan baik sebagai mata kuliah mandiri maupun sebagai bagian dari mata kuliah yang sudah ada.

 Ketua Pelaksana Program Esoterika Fellowship Program (EFP), Ahmad Gaus AF menyatakan bahwa pengintegrasian pemikiran ini bertujuan untuk memberikan perspektif baru kepada mahasiswa tentang peran agama dan spiritualitas di tengah kemajuan teknologi.

Denny JA, menurut Gaus, menyoroti bahwa di era AI, informasi mengenai agama dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh setiap individu. Hal ini berpotensi menggeser peran tradisional ulama, pendeta, dan biksu sebagai sumber utama pengetahuan agama. 

Menurutnya, AI memungkinkan siapa pun untuk mengakses sejarah agama, berbagai tafsir alternatif, hingga kritik terhadap doktrin tanpa perlu perantara otoritas keagamaan. 

“Situasi ini mendemokratisasi pengetahuan sekaligus menantang peran pemuka agama untuk lebih reflektif daripada dogmatis,” kata Gaus, Sabtu (15/2/2025).

Dalam teorinya, Denny JA mengemukakan tujuh prinsip utama mengenai agama dan spiritualitas di era AI. Pertama: Keyakinan Agama Tidak Berkorelasi dengan Kualitas Kehidupan Bernegara. 

Negara yang religius tidak otomatis lebih bahagia atau bebas korupsi. Contohnya, negara-negara Skandinavia yang cenderung sekuler, mayoritas warganya tak menganggap agama penting.  Namun, justru negara-negara tersebut memiliki indeks kebahagiaan dan bebas korupsi yang paling tinggi.

Kedua: Agama Bertahan Bukan Karena Kebenaran Faktual, tetapi Makna Simbolis. Narasi agama tak jarang bertentangan secara historis, namun tetap bertahan karena menawarkan makna mendalam yang memberikan harapan dan identitas sosial.  Perspektif yang berbeda dalam sejarah agama tetap bertahan, meskipun secara faktual tidak mungkin keduanya benar.

Ketiga: Agama Bukan Lagi Satu-Satunya Panduan Hidup Bahagia dan Bermakna.  Ilmu pengetahuan modern, seperti psikologi positif, menawarkan jalan lain menuju kebahagiaan berdasarkan riset. 

Keempat: Era AI Mengubah Peran Otoritas Agama.  Dengan akses informasi yang luas, individu menjadi lebih mandiri dalam menafsirkan iman mereka, mengurangi ketergantungan pada otoritas keagamaan tradisional.

Kelima: Agama Semakin Menjadi Warisan Kultural Milik Bersama. Perayaan hari raya agama kini dirayakan secara sosial oleh semua orang, bukan hanya penganutnya, menunjukkan bahwa agama berkembang menjadi tradisi kultural.

Keenam: Tafsir Agama yang Bertahan adalah yang Selaras dengan Hak Asasi Manusia.  Tafsir agama yang mendukung kesetaraan dan hak asasi manusia cenderung lebih diterima dan bertahan dalam masyarakat modern.

Ketujuh: Komunitas adalah Kunci Sosialisasi Gagasan Spiritual Baru. Gagasan spiritual hanya bertahan jika didukung oleh komunitas yang menghidupkannya, dengan merayakan nilai-nilai universal dan inklusif.

“Tentu akan ada kritik atas teori Denny JA ini. Tidak semua komunitas menerima AI sebagai otoritas baru dalam spiritualitas. Tafsir agama juga tidak selalu berubah karena tekanan sosial, tetapi sering kali karena dinamika internal keimanan dan tradisi,” paparnya.

Tapi,  lanjut Gaus, Denny JA tidak bermaksud menggantikan agama dengan AI. Ia hanya menyoroti bagaimana akses informasi mengubah pola keimanan. 

Tapi teknologi tidak menggantikan doa, tetapi menjadi lentera baru bagi pencarian batin. AI bukan ancaman bagi spiritualitas, melainkan jembatan menuju pemahaman yang lebih dalam dan universal.

Ahmad Gaus AF menambahkan bahwa dengan memahami prinsip-prinsip ini, diharapkan mahasiswa dapat mengembangkan pemahaman yang lebih luas dan inklusif tentang peran agama dan spiritualitas di era digital.

"Ini sesuai dengan kutipan bahasa Denny JA sendiri: “Agama Warisan Kultural Milik Kita Bersama,” tandasnya.sinpo

Editor: Harits Tryan Akhmad
Komentar: