DPR Apresiasi Aturan Baru JKP: Perkuat Jaminan bagi Pekerja yang Terkena PHK

BeritaNasional.com - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, menyambut baik penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No 6 Tahun 2025, yang merevisi ketentuan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Regulasi ini dinilai sebagai langkah maju dalam meningkatkan perlindungan bagi pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Pemerintah telah menunjukkan komitmen dalam memperkuat jaring pengaman sosial bagi pekerja dengan meningkatkan manfaat JKP,” ujar Netty, Sabtu (22/2/2025).
Dalam aturan baru ini, pekerja yang terkena PHK akan mendapatkan santunan sebesar 60 persen dari gaji selama enam bulan, berbeda dari aturan sebelumnya yang hanya memberikan 45 persen dalam tiga bulan pertama dan 25 persen dalam tiga bulan berikutnya.
Tak hanya itu, besaran iuran JKP juga mengalami penurunan dari 0,46 persen menjadi 0,36 persen dari upah bulanan. Netty menilai kebijakan ini sebagai win-win solution yang tetap memberikan manfaat lebih baik bagi pekerja tanpa membebani perusahaan maupun pekerja itu sendiri.
Regulasi baru ini juga mempermudah pekerja dalam mengakses manfaat JKP. Jika sebelumnya peserta diwajibkan membayar iuran minimal enam bulan berturut-turut sebelum PHK, kini syaratnya lebih fleksibel, yaitu memiliki masa iur 12 bulan dalam rentang waktu 24 bulan sebelum PHK terjadi.
“Kebijakan ini lebih realistis sehingga semakin banyak pekerja yang bisa mengakses manfaat JKP ketika menghadapi PHK,” jelas Netty.
Selain itu, aturan baru ini menjamin bahwa pekerja tetap bisa mendapatkan manfaat JKP meskipun perusahaan tempat mereka bekerja mengalami kebangkrutan atau menunggak iuran hingga enam bulan.
“Ini langkah progresif yang melindungi hak pekerja dan memastikan BPJS Ketenagakerjaan tetap hadir sebagai jaminan sosial yang dapat diandalkan,” tambahnya.
Netty berharap implementasi aturan ini berjalan dengan baik, disertai dengan sosialisasi yang masif kepada pekerja dan pengusaha.
Namun, ia juga menyoroti perlunya perhatian lebih terhadap pekerja outsourcing dan pekerja informal yang belum sepenuhnya mendapatkan perlindungan serupa.
“Kita tidak boleh melupakan pekerja outsourcing dan informal yang juga rentan mengalami PHK atau kehilangan pendapatan. Pemerintah perlu merancang skema perlindungan sosial yang lebih inklusif agar mereka juga memiliki jaminan dalam menghadapi ketidakpastian pekerjaan,” tutup Netty.
8 bulan yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu