Pakar Soroti Sejumlah Hal Ini dalam RUU Kejaksaan, Ada Apa Saja?

BeritaNasional.com - Sejumlah pakar hukum turut menguraikan beberapa masalah yang berpotensi merusak demokrasi atas poin-poin yang tertuang dalam Revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan
Seperti halnya diungkap Guru Besar Ilmu HTN UIN Sunan Ampel Surabaya, Titik Triwulan Tutik bahwa penambahan kewenangan yang diatur dalam RUU Kejaksaan terlalu berlebihan.
"Perluasan kewenangan yang ada dalam RUU Kejaksaan terkesan sangat full power. Beberapa kewenangan jaksa bertentangan dengan Konstitusi dan banyak yang perlu untuk dikaji ulang," jelas Titik, dikutip Sabtu (1/3/2025).
Di sisi lain, Titik juga turut menyoroti kurangnya penguatan pengawasan yang tercantum dalam RUU Kejaksaan. Sebab, dengan penambahan kewenangan yang begitu besar seharusnya diikuti dengan penguatan mekanisme pengawasan.
"RUU Kejaksaan harus mengatur mekanisme pengawasan yang kuat terhadap institusi Kejaksaan melalui Komisi Kejaksaan dan Komisi Etik ASN," ujarnya.
Sementara itu, mantan anggota Komisi Kejaksaan periode 2019-2023 Bhatara Ibnu Reza menyoroti penyusunan RUU Kejaksaan yang sangat tertutup karena dilakukan pada tahun 2021 ketika Pandemi Covid-19 sedang berlangsung.
"Perubahan pertama UU Kejaksaan di Tahun 2021 tidak terdengar dan ramai di publik karena warga sedang sibuk menghadapi Covid-19 dan mengawal berbagai aturan seperti Omnibus Law UU Cipta Kerja," jelasnya.
Celah itulah yang kemudian menurutnya digunakan untuk menyisipkan pelbagai penambahan kewenangan dalam RUU Kejaksaan. Salah satunya yakni kewenangan intelijen Kejaksaan untuk melakukan penyelidikan.
“Hal itu sangatlah menyalahi hakikat intelijen yang seharusnya bekerja di ruang-ruang yang rahasia dan tidak boleh bersentuhan langsung dengan objek,” tuturnya.
Selain itu, peran Dominus Litis atau pengendali perkara juga disalahartikan dengan ingin menjadikan Kejaksaan sebagai central authority. Kondisi ini, kata dia, menjadi berbahaya karena tidak akan ada lagi mekanisme check and balances yang efektif serta rentan diselewengkan.
"Sangat rentan dan berpotensi digunakan sewenang-wenang. Termasuk juga akan terjadi tumpang tindih dan perebutan kewenangan dengan lembaga negara lain," jelasnya.
Senada dengan itu, Direktur Imparsial Ardi Manto menilai pembahasan RUU Kejaksaan yang dilakukan secara tertutup sangatlah berbahaya karena tidak transparan kepada publik.
Kondisi itu menurutnya juga diperparah dengan substansi RUU Kejaksaan yang dapat mengancam demokrasi, hukum, dan HAM karena adanya perluasan kewenangan.
"Pembahasan tertutup akan menghasilkan produk hukum yang ortodoks dan represif. Bahkan menguntungkan kekuasaan dan bukan menghasilkan UU yang berpihak pada rakyat," tuturnya.
Ia lantas menyoroti beberapa potensi terjadinya perluasan tugas dan kewenangan dalam Pasal 30A, 30C dan 30D yang berpotensi menimbulkan abuse of power.
Terakhir, Direktur Riset Centra Initiative, Erwin Natosmal mencatat setidaknya ada 11 pokok permasalahan yang tertuang dalam RUU Kejaksaan.
“Beberapa yang menjadi sorotan yakni pergeseran domain kekuasan Kejaksaan dari eksekutif ke kehakiman serta Hak imunitas Jaksa dan keluarganya,” ujarnya.
Kemudian diskresi penggunaan senjata api yang dinilai tidak memiliki urgensi; rangkap jabatan di luar lembaga Kejaksaan; masuknya militer dalam konsepsi penegakan hukum; pemulihan aset tanpa check and balances.
Selanjutnya fungsi intelijen dalam perluasan wewenang Kejaksaan; diskresi perluasan fungsi yudikatif; hingga penambahan kewenangan penyadapan.
"Pelebaran diskresi dengan memunculkan kata 'dapat' dinilai tidak jelas, karena jika terlalu banyak diskresi tanpa kontrol akan menimbulkan penyalahgunaan wewenang," pungkasnya.
8 bulan yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
TEKNOLOGI | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 17 jam yang lalu
GAYA HIDUP | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 16 jam yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu