Polri Tetapkan 2 Tersangka Kasus Korupsi Pabrik Gula Djatiroto, Satu Tersangka Terpidana KPK

BeritaNasional.com - Kortas Tipidkor Polri telah menetapkan dua tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan pabrik gula Djatiroto, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI terintegrasi Engineering Procurement Construction and Commisioning (EPCC) tahun 2016.
Keduanya adalah eks Direktur Utama (Dirut) PTPN XI Dolly Pulungan yang merupakan terpidana dalam korupsi gula yang disidik KPK, dengan vonis empat tahun penjara. Lalu eks Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI Aris Toharisman.
"Di kasus ini kalau enggak salah sudah ada penetapan tersangka ya, dua. Pertama Dolly Pulungan dan Aris Toharisman," kata Kakortas Tipidkor Polri Injen Pol Cahyono Wibowo, Rabu (19/3/2025).
Cahyono menjelaskan penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik memeriksa 55 saksi dan menggeledah Gedung Hutama Karya (HK) Tower di Cawang Jakarta Timur, Kamis, (20/3/2025) lalu. Dengan hasil beberapa dokumen terkait kasus berhasil disita.
"Itu jadi menambah kekuatan alat bukti dan kualitas alat bukti kita di dalam menentukan nanti siapa pihak yang akan kita minta pertanggung jawabannya," kata dia.
Penyidik juga mendapati beberapa fakta soal dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan keduanya. Hal itu karena pembayaran pekerjaan proyek dimanipulasi sedemikian rupa.
Padahal, berdasarkan hasil pemeriksaan proyek tersebut dikerjakan tanpa adanya studi kelayakan. Kemudian ditemukan adanya perbuatan melawan hukum dalam prosesnya.
"Sehingga, pembayaran dilakukan langsung oleh pihak PTPN XI via Letter of Credit (LC) ke rekening DBS Singapura milik sebuah Perusahaan di Singapura. Dolly Pulungan dan Aris Toharisman yang melakukan pertemuan dengan pihak KSO KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam (HEU) jauh sebelum pelaksanaan lelang untuk memenangkan KSO HEU," bebernya.
Lebih lanjut dikatakan Aris Toharisman juga meminta panitia lelang membuka lelang. Padahal, HPS masih diriview oleh tim konsultan pengawas (PMC), lalu pada tahap prakualifikasi KSO HEU dinyatakan tak lolos.
"Panitia lelang tetap meloloskan KSO HEU padahal tidak memenuhi syarat dalam hal tidak ada surat dukungan bank dan tidak memiliki workshop di Indonesia," ucap Cahyono.
Selanjutnya, di tahap pelaksanaan isi dari kontrak perjanjian diubah serta tak sesuai dengan rencana kerja syarat-syarat/RKS dengan menambah uang muka 20 persen dan menambah pula pembayaran letter of credit atau LC ke rekening luar negeri.
Tahapan pembayaran procurement menguntungkan penyedia tanpa mengikuti proses GCG. Kontrak perjanjian pun ditandatangani dengan tak sesuai tanggal yang tertera di kontrak yang masih dikaji atau dibahas oleh kedua belah pihak dari 23 Desember 2016 hingga Maret 2017.
"Jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan expired dan tidak pernah diperpanjang. Pembayaran dp (down payment atau uang muka) 20 persen di mark up yang mana seharusnya hanya 15 persen," katanya.
Alhasil, lanjutnya, perbuatan tersebut berdampak untuk kelangsungan proyek. Sampai saat ini, proyek itu masih mangkrak dan uang PTPN XI telah keluar ke kontraktor hampir 90%.
"Berdasarkan hasil penghitungan keuangan negara BPK RI, kerugian negara sebesar Rp570.251.119.814,78 dan USD12,830,904.40," katanya.
9 bulan yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
PENDIDIKAN | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 22 jam yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 15 jam yang lalu