Sidang Kasus Korupsi Gula: Tom Lembong Sebut Jaksa Contempt of Court

BeritaNasional.com - Terdakwa dalam kasus dugaan korupsi impor gula, eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), menganggap bahwa jaksa penuntut umum (JPU) telah menghina pengadilan.
Pernyataan tersebut disampaikan di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Kamis (20/3/2024).
Tom Lembong menyampaikan pendapatnya terkait ketidakpatuhan JPU dalam menyerahkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kepada dirinya, sesuai dengan perintah majelis hakim.
Menurutnya, tindakan jaksa yang tidak menyerahkan salinan audit tersebut sebagai perintah hakim merupakan sebuah penghinaan terhadap pengadilan atau contempt of court.
"Jaksa penuntut gagal menyampaikan audit BPKP hari ini sesuai yang sudah diperintahkan oleh majelis hakim minggu lalu," ujar Tom Lembong di PN Jakarta Pusat, seperti dikutip pada Jumat (21/3/2025).
Tom juga menilai hal ini sangat serius, karena jaksa penuntut umum tidak menyerahkan dokumen yang diperintahkan, meskipun sudah jelas dalam persidangan. "Kalau saya melihatnya seperti, maaf saya pakai istilah Inggris ya, itu seperti contempt of court, mengabaikan perintah majelis hakim," ujarnya.
Selain itu, Tom menyoroti bahwa majelis hakim juga belum menerima salinan audit tersebut. Dia menambahkan bahwa proses penyidikan dan penyelidikan telah berlangsung selama 15 bulan.
"Masa hari ini pun audit BPKP masih belum tuntas, masih belum final, masih belum bisa diperlihatkan kepada bukan hanya kami sebagai terdakwa, tapi kepada majelis hakim juga," tegasnya.
Klaim Kuota Impor Gula Tidak Ditentukan Olehnya
Dalam persidangan tersebut, Tom Lembong juga memberikan klarifikasi mengenai kuota impor gula yang diduga terkait dengan dirinya. Dia menyatakan bahwa kuota impor gula tidak ditentukan olehnya saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan.
Klarifikasi ini muncul sebagai tanggapan terhadap keterangan saksi Edy Endar Sirono, mantan Kasi Standardisasi di Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kemenperin.
"Saya juga mau mengklarifikasi dan menegaskan kembali bahwa yang menentukan kuota impor ya masing-masing pemohon, ditentukan oleh pemohon," tegas Tom.
Tom lebih lanjut menjelaskan bahwa rapat koordinasi terbatas (Rakortas) hanya membahas kebutuhan gula nasional, sementara kuota impor ditentukan berdasarkan permohonan dari masing-masing pihak yang mengajukan impor.
"Jadi Rakortas itu kan jumlah kebutuhan gula nasional. Rakortas tidak menentukan kuota jumlah impor gula masing-masing pemohon," paparnya.
"Jumlah kuota masing-masing pemohon ditentukan pertama melalui jumlah yang dimohon oleh pemohon," imbuh Tom. Selain itu, dia menjelaskan bahwa Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga memberikan penilaian terhadap kapasitas pemohon serta rekam jejak mereka.
Tom Lembong menegaskan bahwa bukan menteri yang menentukan kuota impor atau jumlah alokasi impor gula kepada pemohon.
"Jadi bukan menteri yang menentukan kuota impornya atau jumlah alokasi impor gula kepada masing-masing pemohon. Terima kasih," kata Tom.
Tom juga menambahkan bahwa seluruh kegiatan impor gula yang dilakukan di Kementerian Perdagangan (Kemendag) selalu diketahui oleh Kementerian Perindustrian. "Izin, Yang Mulia, saya ingin menegaskan 100 persen, semua izin impor yang diterbitkan Kemendag, ditembuskan ke Kementerian Perindustrian sehingga Kemenperin mengetahui," tandasnya.
Hakim Perintahkan JPU Serahkan Hasil Audit kepada Tom Lembong
Sebelumnya, Hakim Dennie Arsan Fatrika menginstruksikan jaksa penuntut umum untuk segera menyerahkan hasil audit kepada Tom Lembong sebelum agenda pembuktian dengan pemeriksaan ahli. "Sikap majelis tetap menjamin, memenuhi hak-hak terdakwa untuk mempelajari dan mengetahui laporan hasil audit tersebut," ujar Hakim Dennie.
Hakim Dennie menekankan bahwa jaksa wajib menyerahkan laporan tersebut kepada majelis hakim dan penasihat hukum Tom Lembong sebelum pemeriksaan ahli dilakukan. "Kami wajibkan sebelum pemeriksaan atau pengajuan ahli, auditor dari BPKP, penuntut umum wajib menyerahkan laporan tersebut kepada kami dan penasihat hukum," ungkapnya.
Hakim juga mengonfirmasi bahwa pihaknya belum menerima laporan audit tersebut, sehingga tidak dapat mempelajari hasil perhitungan kerugian negara dalam kasus ini. "Masalahnya kami juga belum menerima berkas laporan audit tersebut," kata Hakim Dennie.
"Jadi sebelum ahli dari auditor BPKP dihadirkan, laporan tersebut harus diserahkan kepada majelis dan penasihat hukum agar memiliki waktu cukup untuk mempelajari sebelum sidang dengan agenda pemeriksaan ahli dari BPKP," tegas Hakim Dennie.
9 bulan yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
PENDIDIKAN | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 1 hari yang lalu