Ini Alasan Polri Tetap Kirim Berkas Pemalsuan Pagar Laut Desa Kohod ke Kejagung

Oleh: Bachtiarudin Alam
Kamis, 10 April 2025 | 17:03 WIB
Pagar laut (Beritanasional/istimewa)
Pagar laut (Beritanasional/istimewa)

BeritaNasional.com - Dittipidum Bareskrim Polri hari ini tetap kembali mengajukan berkas terkait dugaan pemalsuan sertifikat yang berujung polemik kemunculan pagar laut di Desa Kohod atau Perairan Kabupaten Tangerang.

Langkah tersebut disampaikan Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro menanggapi catatan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) yang meminta kasus dikembangkan menjadi dugaan tindak pidana korupsi (tipikor)

“Kami tetap dari penyidik Polri khususnya melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 263 KUHP. Menurut penyidik yang berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formil maupun materil,” kata Djuhandhani kepada wartawan, Kamis (10/4/2025).

Menurutnya berdasarkan hasil pemeriksaan para saksi ahli termasuk pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atas pengembangan kasus pemalsuan sertifikat belum ditemukan indikasi kerugian negara.

“Kita diskusikan kira-kira ini ada kerugian negara di mana ya. Mereka (BPK) belum bisa menjelaskan adanya kerugian negara,” ucapnya.

Maka dari itu, kata Djuhandani, pihaknya belum bisa melanjutkan kasus tersebut ke ranah dugaan korupsi. Sebab sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.25/ PUU 14-2016, kasus korupsi harus dibuktikan dengan kerugian negara sesuai BPK.

Sementara apabila mengacu pada Pasal 14 Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang Tipikor. Kasus pemalsuan sertifikat di Desa Kohod belum bisa dinyatakan korupsi, karena masih penyelidikan Kortas Tipidkor Polri dan Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri.

“Terdapatnya indikasi pemberian suap atau gratifikasi kepada para penyelenggara negara. Saat ini yang dalam hal ini Kades Kohod, ini saat ini sedang dilakukan penyelidikan oleh Kortas Tipikor Mabes Polri,” jelasnya.

“Kemudian, terhadap kejahatan atas kekayaan negara yang berupa pemagaran wilayah laut Desa Kohod, saat ini sedang dilaksanakan proses penyelidikan oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu dan sudah turun sprint sidiknya. Ini yang sekarang berlangsung,” tambahnya.

Meski begitu terkait pidana umum menyangkut pemalsuan sertifikat, kata Djuhandani, seharusnya telah sesuai dengan ‘lex consumen derogat legi consumte’ yakni asas didasarkan pada fakta-fakta dominan dalam suatu perkara. 

Dengan posisi kasus pemalsuan sertifikat yang tidak merugikan perekonomian negara. Namun, memiliki dampak kerugian pada masyarakat yang terganggu kehidupannya akibat pagar laut yang membentang di perairan Tangerang 

“Karena kerugian yang ada saat ini yang didapatkan penyidik adalah kerugian yang oleh para nelayan. Dengan adanya pemagaran itu dan lain sebagainya. Jadi kita masih melihat itu sebagai tindak pidana pemalsuan,” tuturnya.

Sehingga, Jenderal Bintang Satu Polri itu menyebut kasus polemik pagar laut terkait pemalsuan sertifikat, berbeda dengan kasus dugaan suap atau gratifikasi. Sehingga Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) nya pun akan terpisah.

Diketahui dalam kasus pemalsuan sertifikat telah ditetapkan tersangka yakni, Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin bin Asip, Sekretaris Desa Kohod Ujang Karta, dan dua orang lain berinisial SP dan CE selaku penerima kuasa. Mereka dijerat Pasal 263 KUHP dan Pasal 264 KUHP dengan ancaman pidana paling lama delapan tahun penjara. 

“Perbuatannya kan berbeda, antara menerima sama memalsukan. Tidak (ada perubahan) karena SPDP nya, sendiri,” sebutnya.

Pernyataan Kejagung

Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai jika kasus pagar laut yang membentang di Perairan Tangerang berpotensi untuk dikembangkan menjadi dugaan tindak pidana korupsi (tipikor).

Dengan demikian Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyatakan, masih menunggu kelengkapan berkas dari Bareskrim Polri yang sebelumnya telah mengusut dugaan kasus pemalsuan dokumen.

“Petunjuk JPU agar penyidik melakukan penyidikan dalam perkara ini dengan pasal persangkaan dalam UU Tipikor dan setelahnya berkoordinasi dengan jajaran Pidsus,” kata Harli saat dikonfirmasi, Kamis (10/4/2025).

Karena masih dalam koordinasi, Harli mengatakan penyidik Bareskrim Polri belum kembali mengirimkan berkas perkara tersebut, sebagaimana dengan pasal sangkaan dalam UU Tipikor sesuai catatan dari jaksa.

“Harus dipahami sebelumnya penyidik melakukan penyidikan dengan pasal-pasal dalam tindak pidana umum dan oleh JPU memberi petunjuk agar disidik dengan UU Tipikor tentu secara administrasi penanganan perkara kan berubah,” tuturnya.


 sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: