Kejagung Usut Dugaan Korupsi Kredit PT Sritex, Fokus pada Kerugian Negara

BeritaNasional.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut kasus dugaan korupsi yang menyeret PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Meskipun perusahaan swasta, PT Sritex dipastikan tetap bisa jadi objek perkara.
Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan bahwa fokus penyidikan ini terkait dengan bank pemberi kredit yang mana bank tersebut adalah perusahaan plat merah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Nah itu yang saya sampaikan bahwa bank pemberi kredit ini kan bank pemerintah," terang Harli kepada awak media, Selasa (6/5/2025).
Menurutnya, sesuai aturan UU No.17/2013 tentang keuangan negara secara eksplisit telah menjelaskan bahwa keuangan daerah juga merupakan keuangan negara.
Dengan demikian dugaan pelanggaran pidana dalam kasus ini terjadi perihal pemberian kredit terhadap perusahaan Sritex yang diduga terdapat kerugian negara.
"Nah oleh karenanya kita melihat apakah dana-dana yang diberikan sebagai pinjaman ke bank, ke PT Sritex oleh uang pemerintah ini dan bank daerah ada terindikasi ya," imbuhnya.
"Perbuatan melawan hukum yang terindikasi merugikan keuangan negara atau daerah. Itulah yang mau dilihat dari sisi apakah ada kerugian negara di situ," sambung Harli.
Sementara, Harli mengatakan saat ini penyidik masih fokus memeriksa sejumlah bank sebagai saksi. Namun, untuk detailnya belum diketahui karena merupakan ranah penyidik.
"Hingga saat ini beberapa bank informasinya dari penyidik juga sudah dilakukan permintaan keterangan," kata Harli kepada awak media, Senin (5/5/2025).
Sekedar informasi dalam penyidikan dugaan korupsi korupsi yang ditangani berkaitan dengan pemberian fasilitas kredit dari perbankan terhadap PT Sritex. Namun, demikian sampai saat ini belum ditetapkan tersangka oleh Kejagung.
Sebelum penyidikan kasus mencuat, Sritex telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024. Perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara itu tercatat tidak mampu membayar utang senilai Rp32,6 triliun.
Rincian utang itu terdiri dari Tagihan Kreditor Preveren sebesar Rp691.423.417.057,00; Tagihan Kreditor Separatis sebesar Rp7.201.811.532.198,03; dan Tagihan Kreditor Konkuren sebesar Rp24.738.903.776.907,90.
Dampaknya pada Maret 2025 penutupan operasional secara resmi berlaku bagi Sritex menyebabkan sebanyak 10 ribu pekerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 1 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 21 jam yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu