DPR Dorong SP3 Kasus Mantan Pemain Sirkus OCI Dibuka Kembali

Oleh: Ahda Bayhaqi
Minggu, 11 Mei 2025 | 19:30 WIB
Suasana Gedung DPR dilihat dari atas. (BeritaNasional/Oke Atmaja)
Suasana Gedung DPR dilihat dari atas. (BeritaNasional/Oke Atmaja)

BeritaNasional.com - Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez mendorong pemerintah mengambil langkah tegas mengusut dugaan pelanggaran hukum yang dialami mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI). Ia mendorong dibuka kembali surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus OCI untuk menjadi pintu masuk menegakkan keadilan.

Pembuka SP3 kasus bukan hanya persoalan administrasi, tapi sebagai langkah nyata keberpihakan negara kepada korban.

"Kalau SP3 dibuka kembali, itu artinya ada pengakuan bahwa proses sebelumnya belum tuntas. Maka ini harus jadi momen untuk memastikan keadilan ditegakkan, bukan sekadar formalitas," ujar Gilang, Minggu (11/5/2025).

Seperti diketahui, kasus dugaan kekerasan hingga eksploitasi pegawai sirkus OCI di Taman Safari pernah dilaporkan korban kepada polisi tahun 1997. Namun, berdasarkan informasi yang diperoleh dari Komnas HAM, penyidikan kasus tersebut telah dihentikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dua tahun kemudian.

Kasus ini mencuat setelah para korban bersuara kembali menuntut keadilan yang selama puluhan tahun mereka nantikan. Hal yang paling mengejutkan publik adalah pengakuan dari salah satu mantan pemain sirkus yang menyatakan pihak manajemen OCI memisahkannya dengan sang anak sejak kecil.

Meski pihak manajemen sirkus OCI membantah adanya kekerasan hingga eksploitasi pegawai saat dulu, namun Kementerian HAM menduga ada pelanggaran hukum dan HAM dalam kasus sirkus OCI ini.

Hal itu disampaikan Kementerian HAM dalam laporan hasil tindak lanjut kasus mantan pemain sirkus Oriental Circus OCI. Salah satu rekomendasi yang dikeluarkan KemenHAM yakni meminta Bareskrim Polri untuk melakukan pemeriksaan atas dugaan tindak pidana dalam kasus ini. 

KemenHAM juga meminta Polisi menelusuri untuk memastikan kapan pastinya OCI berhenti beroperasi hingga melakukan ekspose perkara yang hasilnya diumumkan ke publik. KemenHAM pun menduga ada pelanggaran terhadap hak anak untuk mengetahui asal usulnya, dan pelanggaran anak terkait hak mendapat pendidikan.

Tak hanya itu, ada pula dugaan terjadinya kekerasan fisik yang mengarah pada penganiayaan dalam operasional sirkus OCI. Termasuk dugaan kekerasan seksual, hingga dugaan praktik perbudakan modern.

Gilang mendorong dugaan-dugaan ini harus diusut hingga tuntas agar semua persoalan menjadi jelas.

"Saya kembali mendorong agar dibentuk tim pencari fakta (TPF) untuk menyelesaikan kasus sirkus OCI. TPF juga sekaligus dapat mengungkap kegagalan negara di masa lalu dalam menghadirkan keadilan bagi para korban sekaligus untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran HAM berat yang dialami mantan pemain sirkus OCI," jelasnya.

Tim pencari fakta yang menjadi rekomendasi Amnesty International Indonesia masih relevan dan harus dipertimbangkan secara serius. Gilang menilai, TPF juga dapat membantu pengusutan kasus sirkus OCI hingga tuntas.

Ditambahkan Gilang, mantan pemain sirkus OCI yang mencari keadilan harus bisa diakomodir oleh pemerintah. Ia menyebut, DPR tentunya juga harus ikut memfasilitasi sebagai bentuk pengawasan terhadap kinerja pemerintah dalam penegakan hukum dan penegakan HAM.

"Negara tidak boleh abai saat rakyatnya mencari keadilan. Dugaan kasus eksploitasi dan penganiayaan terhadap mantan pegawai sirkus OCI harus dipertanggungjawabkan di mata hukum," ungkapnya.

Agar kasus sirkus OCI tak terulang, Gilang pun mendorong dilakukannya audit regulasi secara menyeluruh. 

"Karena banyak aturan yang tumpang tindih, lemah dalam pengawasan, dan tidak cukup melindungi anak-anak yang terlibat dalam industri hiburan," ujar Gilang

“Kami akan dorong pembentukan regulasi baru yang lebih tegas, termasuk mengatur praktik pelatihan dan pengasuhan anak oleh entitas non-keluarga. Negara harus hadir di ruang-ruang yang selama ini luput dari pengawasan,” tambahnya.

Anggota Komisi Hukum DPR tersebut menilai, evaluasi hukum saja tidak cukup untuk membenahi kasus ini. Apalagi sampai hanya dengan penyelesaian secara kekeluargaan seperti yang diajukan oleh pihak manajemen sirkus OCI. Gilang menegaskan harus ada keberanian untuk menindak dan menegakkan keadilan secara nyata.

“Dugaan eksploitasi dan penganiayaan bukan hal kecil yang bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Apalagi kasus ini sudah tertimbun lama di mana banyak orang yang menyatakan dirugikan hingga terluka baik fisik maupun mental,” ucapnya.

“Di mana bentuk keadilan negara kalau kasus kekerasan hanya diselesaikan secara kekeluargaan. Jadi ini bukan soal mengejar pelaku saja, tapi memastikan sistem hukum kita tidak lagi membiarkan kekerasan terjadi tanpa konsekuensi,” sambung Gilang.

Gilang pun menyoroti soal klaim kompensasi yang diberikan manajemen OCI kepada 4 orang mantan pemain sirkus masing-masing sebesar Rp 150 juta. Hanya saja belum bisa dipastikan apakah keempat mantan pemain sirkus yang menerima kompensasi tersebut tergabung dalam pihak-pihak yang menggugat OCI.

Sebelumnya, tawaran kompensasi senilai Rp 150 juta juga disampaikan pihak manajemen OCI kepada 12 eks pemain sirkus saat mediasi, namun ditolak. Alasannya karena jumlah uang itu sangat kecil jika dibandingkan dengan apa yang dialami para mantan pemain sirkus OCI. Apalagi jika ‘uang damai’ tersebut mengharuskan pencabutan kasus hukum.

Para mantan pemain sirkus menuntut kompensasi masing-masing senilai Rp 700 juta di mana jumlah ini merupakan hasil perhitungan Disnaker Jawa Barat berdasarkan masa para eks pemain bekerja di OCI, yaitu 15 tahun. Gilang menyebut kompensasi pun tidak serta merta menghapus dugaan pidana dalam kasus ini.

“Saya sepakat kerugian yang dialami oleh para pemain sirkus tak sepadan dengan kompensasi Rp 150 juta. Jumlahnya terlalu kecil untuk ‘membayar’ luka selama para pemain sirkus ini bekerja di tengah kekerasan dan eksploitasi,” ujarnya.

“Dan pemberian kompensasi harusnya untuk membayar kerugian immateriil para korban. Untuk pidananya, kasusnya harus tetap berjalan demi mengungkap kebenaran dari kasus ini,” tutup Gilang.sinpo

Editor: Harits Tryan
Komentar: