Sidang Tom Lembong, Pakar Hukum Sarankan Jokowi Beri Kesaksian

BeritaNasional.com - Ahli Hukum Administrasi Negara dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Wiryawan Chandra, menilai Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) perlu dihadirkan dalam persidangan.
Hal itu ia sampaikan dalam sidang kasus dugaan korupsi impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Wiryawan mengatakan, kehadiran Jokowi diperlukan untuk membuktikan apakah benar ada arahan presiden dalam kebijakan impor gula, sekaligus memberikan informasi tambahan yang relevan.
"Sebaiknya ada bukti bahwa memang presiden membuat arahan, apakah mungkin ada nota dinas dan seterusnya," ujar Wiryawan di PN Jakarta Pusat, Senin (23/6/2025).
"Kalau tidak, sebaiknya presiden dihadirkan memberikan keterangan di sini bahwa memang memberikan arahan. Itu lebih clear, lebih objektif, dan nanti akan jelas pertanggungjawabannya," imbuhnya.
Wiryawan menilai bahwa presiden tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab atas setiap penugasan yang diberikan kepada menterinya, dalam hal ini kepada Tom Lembong.
"Seorang pejabat, apalagi dia seorang pimpinan pemerintahan, presiden, dia bertanggung jawab atas setiap tindakan maupun perintah yang dilakukan," tuturnya.
Ia menambahkan, seorang pemimpin yang baik harus bertanggung jawab atas tugas-tugas yang telah diberikan, karena tugas tersebut bertujuan untuk mencapai kepentingan negara.
"Nah, kalau seorang bawahan, menteri misalnya, sudah melaksanakan perintah dan tercapai tujuan, tentu saja menteri ini memberikan kontribusi pada prestasi pemerintahan," katanya.
Oleh karena itu, menurut Wiryawan, presiden tetap berada dalam lingkup tanggung jawab sebagai kepala pemerintahan dan satu-satunya pemimpin eksekutif dalam sistem presidensial.
"Dalam hukum administrasi, seseorang yang melaksanakan perintah tidak bertanggung jawab secara mandiri, maka pertanggungjawaban utama dari perintah itu adalah si pemberi perintah," ucapnya.
Dalam perkara ini, Tom Lembong didakwa menyetujui impor gula tanpa melalui rapat koordinasi dengan lembaga terkait, yang kemudian merugikan negara sebesar Rp 578 miliar.
Atas perbuatannya, Tom dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
DUNIA | 2 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
DUNIA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu