Manusia Tak Akan Kalah oleh AI jika Pendidikan Bisa Bentuk Pemikiran Reflektif & Empatik

Oleh: Tarmizi Hamdi
Rabu, 25 Juni 2025 | 22:00 WIB
Wamendiktisaintek Stella Christie. (BeritaNasional/Panji Septo R)
Wamendiktisaintek Stella Christie. (BeritaNasional/Panji Septo R)

BeritaNasional.com - Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie menegaskan kecerdasan buatan (AI) tidak akan menggantikan manusia selama pendidikan mampu membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir reflektif, aktif, dan memahami sesama manusia (empatik). 

Pernyataan ini disampaikan Stella dalam Konferensi Internasional Transformasi Pesantren (ICTP) yang diselenggarakan di Jakarta pada Rabu (25/6/2025).

Menurut Stella, penguasaan teknologi saja tidak cukup untuk bersaing di masa depan. 

‘’Pendidikan harus menumbuhkan karakter, empati, serta kemampuan berpikir tingkat tinggi yang tidak dapat direplikasi oleh mesin,’’ ungkap Stella melalui siaran persnya pada Rabu.

Konferensi ini menjadi forum penting yang mempertemukan para pemikir nasional dan internasional, termasuk akademisi dari Mesir, Turki, dan Iran, serta ratusan perwakilan pesantren dari seluruh Indonesia. 

Mereka berdiskusi mengenai peran strategis pendidikan berbasis nilai di tengah arus transformasi digital.

Pesantren dipandang sebagai contoh pendidikan berbasis nilai yang memiliki kekuatan transformasional. Fungsi pesantren bukan hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter yang siap menghadapi kompleksitas zaman dan perubahan sosial yang dinamis. 

‘’Konferensi ini menjadi ruang refleksi bersama bahwa pesantren tidak boleh hanya mengikuti perubahan, tetapi juga harus menjadi pelopor pendidikan masa depan yang berakar pada nilai, namun tetap adaptif terhadap tantangan zaman,’’ paparnya.

Wamen Stella menekankan bahwa keberadaan AI adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri. Data Kemenkominfo (2024) menunjukkan 87% pelajar di Indonesia telah menggunakan AI, angka yang hampir sama dengan 86% pelajar global.

‘’Maka, pertanyaannya bukan lagi apakah kita siap bersaing dengan AI, melainkan apa yang harus kita lakukan sebagai pendidik,’’ ucapnya. 

Dari perspektifnya, Wamen Stella menjelaskan bahwa pendidikan di era AI harus menjawab tiga hal pokok.

1. Literasi AI: Peserta didik tidak sekadar mengenal atau menggunakan AI, tetapi harus mampu mengartikulasikan secara sistematis dan menilai mana masalah yang dapat diselesaikan AI dan mana yang memerlukan masukan manusia.

2. Kapasitas Pengambilan Keputusan Manusiawi: AI bisa memproses data, tetapi tidak bisa menggantikan intuisi, penilaian moral, dan kebijaksanaan kontekstual yang hanya bisa dimiliki manusia. "Jika pendidikan gagal menanamkan kemampuan ini, maka manusia akan kalah bukan karena AI lebih pintar, tetapi karena manusia menyerahkan seluruh proses berpikirnya kepada mesin," tegas Wamen Stella.

3. Pengertian atas Pemikiran Manusia Lainnya: Dalam dunia yang semakin kompleks dan terhubung, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain, membangun dialog, dan menyusun makna bersama adalah keterampilan mendasar yang tidak bisa ditiru oleh mesin.

Wamen Stella menutup dengan menegaskan bahwa pendidikan tidak seharusnya tunduk pada logika kecerdasan buatan. 

"AI bisa tumbuh dan berkembang, tetapi hanya manusia yang bisa merasakan, memaknai, dan menyadari. Jika pendidikan terus menjaga akar kemanusiaannya, maka tidak ada alasan untuk takut kalah dari AI," ujarnya. sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: