MA Ringankan Hukuman Setya Novanto, Eks Penyidik KPK: Ini Pesan Buruk bagi Pemberantasan Korupsi

Oleh: Panji Septo R
Jumat, 04 Juli 2025 | 10:52 WIB
Hukuman Setnov berkurang (Foto/Instagram S Novanto)
Hukuman Setnov berkurang (Foto/Instagram S Novanto)

BeritaNasional.com -  Eks Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Praswad Nugraha mengatakan, langkah Mahkamah Agung (MA) seakan memberi pesan bahwa koruptor besar bisa mendapat hukuman ringan.

Hal itu dia ungkapkan dalam menyoroti keputusan MA yang menyunat hukuman mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto (Setnov), dari 15 menjadi 12,5 tahun melalui peninjauan kembali (PK).

"MA secara tidak langsung mengirim pesan bahwa pelaku korupsi besar dapat memperoleh keringanan hukuman," ujar Praswad kepada Beritanasional.com, Jumat (4/7/2025).

Dengan demikian, Praswad merasa publik berhak mempertanyakan dasar pertimbangan majelis hakim PK dalam meringankan hukuman koruptor kasus e-KTP tersebut.

"Apakah benar ada novum (bukti baru) yang sah, ataukah pertimbangan lebih banyak didasarkan pada aspek subjektif seperti, contohnya, kesehatan atau usia?" tuturnya.

Dalam praktik hukum, Praswad mengatakan, PK seharusnya tidak menjadi jalan pintas untuk membatalkan rasa keadilan yang telah diperjuangkan melalui proses panjang.

"Yakni dari penyidikan, penuntutan, hingga putusan berkekuatan hukum tetap. Putusan ini seharusnya menjadi alarm keras bagi MA dan sistem peradilan pada umumnya," kata dia.

Menurut Praswad, seharusnya MA berupaya mengembalikan kepercayaan publik dengan memberikan vonis berat kepada pelaku korupsi.

"Ketika vonis terhadap koruptor besar malah dikurangi drastis, sementara banyak aktivis antikorupsi dikriminalisasi, maka kita menghadapi krisis keadilan yang akut," ucapnya.

Ia mengatakan, MA perlu mengevaluasi seluruh mekanisme dan pertimbangan dalam pengabulan PK, termasuk transparansi proses pengambilan putusan oleh majelis hakim agung.

"Pemberantasan korupsi tidak hanya soal memenjarakan pelaku, tetapi juga menegakkan rasa keadilan dan kepercayaan publik terhadap negara," lanjut Praswad.

"Jika tokoh seperti Setya Novanto, dengan rekam jejak korupsi yang terbukti begitu luas, saja dapat memperoleh keringanan hukuman, maka jangan heran apabila masyarakat makin apatis," tandasnya.

Sebelumnya, MA mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) eks Ketua DPR RI Setya Novanto terkait kasus korupsi e-KTP, sehingga hukumannya menjadi 12,5 tahun penjara.

Dalam perkara korupsi e-KTP, Setnov sebelumnya divonis 15 tahun penjara, sehingga dia mendapat potongan sebanyak 2,5 tahun dari hukuman awal.

"Kabul. Terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," demikian amar putusan PK Setnov dalam situs resmi MA, Rabu (2/7).

"Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 (enam) bulan serta pidana denda Rp500.000.000,00 subsidair 6 (enam) bulan kurungan," sambung MA.

Selain itu, Setnov juga dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar USD 7,3 juta. Hingga saat ini, Setnov sudah membayar sebesar Rp5 miliar.

"Sisa uang pengganti Rp49.052.289.803,00 subsidair 2 tahun penjara," tulis MA.

Kemudian, Setnov juga dijatuhi pidana tambahan berupa larangan menduduki jabatan publik selama 2,5 tahun setelah selesai menjalani hukuman.

Sebagai informasi, Setnov mulai ditahan KPK sejak 17 November 2017 dan menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin sejak 4 Mei 2018.

Dalam kasusnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Setnov 15 tahun penjara serta denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Ia diyakini menerima USD 7,3 juta serta jam tangan Richard Mille RM011 seharga USD 135 ribu dari proyek yang merugikan negara Rp2,6 triliun itu.sinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar: