Ini Penjelasan Pemerintah E-Commerce Pungut Pajak dari Pedagang

Oleh: Sri Utami Setia Ningrum
Selasa, 15 Juli 2025 | 12:00 WIB
Ilustrasi belanja online (BeritaNasional/dok pribadi)
Ilustrasi belanja online (BeritaNasional/dok pribadi)

BeritaNasional.com -  Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan alasan menunjuk niaga elektronik (e-commerce) sebagai pemungut pajak penghasilan (PPh) 22 dari merchant atau pedagang.

Kebijakan itu resmi diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang ditetapkan pada 11 Juli 2025 dan diundangkan pada 14 Juli 2025.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli di Jakarta mengatakan latar belakang diterbitkannya PMK karena pesatnya perkembangan perdagangan melalui lokapasar (marketplace) di Indonesia. Fenomena ini terjadi khususnya setelah pandemi Covid-19 yang mendorong perubahan perilaku konsumen ke arah digital.

Perkembangan itu diperkuat oleh tingginya jumlah penduduk Indonesia, meningkatnya penggunaan smartphone dan internet, serta kemajuan teknologi finansial yang makin memudahkan transaksi secara daring.

Kondisi itu disebut menciptakan ekosistem perdagangan berbasis digital yang terus tumbuh.

“Untuk itu, diperlukan pengaturan yang mendorong kemudahan administrasi perpajakan, khususnya bagi pelaku usaha yang bertransaksi melalui sistem elektronik,” katanya melansir Antara, Selasa (15/7/2025)

Selain itu, pengaturan itu bertujuan menciptakan keadilan berusaha (level playing field) antara pelaku usaha digital dan konvensional. DJP menyatakan praktik kebijakan perpajakan yang serupa telah diterapkan di beberapa negara, seperti Meksiko, India, Filipina, dan Turki.

Pokok pengaturan PMK 37/2025 mewajibkan pedagang menyampaikan informasi kepada pihak lokapasar sebagai dasar pemungutan.

PMK juga mengatur tarif pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,5% yang dapat bersifat final maupun tidak final.

Beleid itu juga menetapkan invoice sebagai dokumen tertentu yang dipersamakan dengan bukti pemotongan dan/atau pemungutan PPh unifikasi.

PMK pun memuat ketentuan mengenai mekanisme pemungutan PPh Pasal 22 oleh lokapasar atas transaksi yang dilakukan oleh pedagang sesuai dengan dokumen invoice penjualan dan standar minimal data yang harus tercantum dalam invoice.

Selain itu, lokapasar memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi kepada DJP.

Rosmauli menambahkan pemberlakuan PMK 37/2025 membuat pemungutan pajak atas transaksi di lokapasar menjadi lebih sederhana dan berbasis sistem.

Dia menegaskan aturan itu bukan pajak baru, melainkan bentuk penyesuaian cara pemungutan pajak dari yang sebelumnya dilakukan secara manual, kini disesuaikan dengan sistem perdagangan digital.

“Harapannya, masyarakat terutama pelaku UMKM, bisa lebih mudah menjalankan kewajiban perpajakannya, diperlakukan setara, dan ikut mendukung pertumbuhan ekonomi digital yang sehat dan berkeadilan,” tukasnya. (Antara)sinpo

Editor: Sri Utami Setia Ningrum
Komentar: