Revisi UU Pemilu, Komisi II Tawarkan Skema Omnibus Law dan Kodifikasi

Oleh: Ahda Bayhaqi
Minggu, 27 Juli 2025 | 08:30 WIB
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda. (Foto/emedia DPR)
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda. (Foto/emedia DPR)

BeritaNasional.com - Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengungkap, Komisi II menyiapkan dua metode pembentukan UU tentang kepemiluan yang baru. Komisi II mengusulkan bisa dengan omnibus law atau kodifikasi hukum kepemiluan.

Sampai saat ini, revisi UU Pemilu belum juga ditugaskan oleh pimpinan DPR. Rifqi berharap, Komisi II yang akan menggarapnya.

"Dan mudah-mudahan undang-undang itu nanti diberi penugasan kepada kami di Komisi II DPR RI, di mana kami saat ini sudah melakukan berbagai macam tahapan evaluasi dan pengayaan terkait dengan materi-materi yang akan kami gunakan dalam penyusunan undang-undang pemilu ke depan, yang kami usulkan dalam bentuk dua model yang merupakan pilihan apakah omnibus law atau kodifikasi hukum kepemiluan kita," jelas Rifqi dalam keterangannya, dikutip Minggu (27/7/2025).

Adapun isi kodifikasi hukum kepemiluan itu mengatur bab politik, bab pemilu, bab hukum acara sengketa pemilu sampai terkait institusi parlemen.

"Yang dimulai dari bab partai politik, bab tentang pemilu di dalamnya tentang Pilpres, Pileg dan kemudian Pilkada. Ada pula bab tentang hukum acara sengketa pemilu dan yang terakhir tentu terkait dengan institusi keparlemenan kita MPR, DPR, dan DPD," ujarnya.

Politikus NasDem ini juga menanggapi usulan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin terkait kepala daerah dipilih DPRD atau presiden. Usulan tersebut juga akan menjadi bahan yang akan dibahas dalam revisi UU Pemilu nanti.

"Exercisement konstitusional dan kemudian berbagai macam norma yang mungkin saja diterapkan atas model-model pemilihan itu akan menjadi daftar inventarisir masalah penting dalam revisi undang-undang pemilu kita ke depan," jelas Rifqi.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengusulkan kepala daerah dipilih oleh pemerintah pusat atau DPRD. Ia menyadari usulan itu menantang karena banyak yang menolak.

Menurut Cak Imin, konsolidasi antara daerah dengan pusat lambang karena perlu proses politik yang panjang. Karena itu, ia mengusulkan agar pemilihan kepala daerah dievaluasi total.

"Kami juga telah menyampaikan kepada Bapak Presiden langsung, saatnya pemilihan kepala daerah dilakukan evaluasi total manfaat dan manfaatnya. Karena beberapa bupati kita tanya juga Bapak ternyata konsolidasinya cukup lamban akibat proses politik yang terlalu panjang," ujar Cak Imin saat Harlah PKB di JCC, Jakarta, Rabu (23/7/2025).

"Kalau tidak ditunjuk oleh pusat minimal pemilihan kepala daerah maksimal dipilih oleh DPRD. Ini menjadi usulan yang cukup menantang karena banyak sekali yang menolak," sambungnya.sinpo

Editor: Harits Tryan
Komentar: