KPK Sita Uang dari Vendor terkait Korupsi Pengadaan EDC di BRI

BeritaNasional.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyitaan alat bukti berupa sejumlah uang terkait kasus dugaan korupsi pengadaan electronic data capture di Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Menurut Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, penyitaan dilakukan usai pihaknya menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi yakni, Karyawan Swasta Robby Kurnawan.
“Saksi hadir dan didalami terkait aliran uang dan pengaturan proyek,” ujar Budi di Gedung Merah Putih, Kamis (28/8/2025).
“Dalam perkara ini KPK juga telah melakukan penyitaan-penyitaan atas sejumlah uang dari pihak vendor terkait proyek EDC di BRI,” imbuhnya.
Budi mengatakan, upaya penyitaan itu dilakukan untuk pembuktian dalam penyidikan sekaligus langkah awal dalam pemulihan kerugian keuangan negara.
“KPK juga mengimbau agar pihak-pihak vendor terkait juga kooperatif bekerja sama dengan penyidik untuk membantu proses penegakan hukum ini agar berjalan efektif,” tuturnya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan 5 tersangka. Di antaranya, Direktur Utama PT. Pasifik Cipta Solusi Elvizar dan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto.
Kemudian, Direktur Digital Teknologi Informasi Operasi BRI Indra Utoyo, SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI Dedi Sunardi, dan Dirut PT Bringin Inti Teknologi (PT BRI IT) Rudy Suprayudi Kartadidjaja menjadi tersangka.
Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan pihaknya telah memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan kelima tersangka.
"Kita sudah menetapkan lima orang ini dari fakta-fakta yang diperoleh sebagaimana tersebut di atas, telah ditemukan bukti permulaan yang cukup,” ujar Asep.
Menurutnya, korupsi dalam kasus ini dijalankan dengan dua skema, yakni membeli serta menyewa. Dalam pembelian 2020-2024, pengadaan mesin EDC sebanyak 346.838 unit menghabiskan anggaran senilai Rp 942.794.220.000.
Sementara untuk skema sewa dari 2020-2024 bernilai Rp 634.206.669.744 untuk 200.067 unit EDC yang digunakan untuk kebutuhan merchant.
Asep menjelaskan bahwa kasus korupsi berbobot Rp 2,1 triliun ini disiasati Elvizar bersama Catur dan Indra pada 2019 sebelum pengadaan dimulai.
“Ini yang tidak boleh, ketemu dengan calon penyedia barang, saudara EL, kemudian sudah ditunjuk, disepakati yang nanti akan melaksanakan atau menjadi penyedianya," tutunya.
Asep juga membeberkan kecurangan lainnya adalah tidak adanya informasi luas terkait pengujian kelayakan sebagai syarat untuk mendapatkan proyek. Sehingga, Indra membuat Elvizar seoalah-olah menang dengan menguji produk EDC yang dibawanya.
"Untuk pengujian ini pun juga tidak dilakukan secara luas, tidak diinformasikan secara luas. Sehingga vendor-vendor lain, merek-merek lain itu tidak bisa mengikutinya," kata dia.
Dalam perkara ini, Catur disebut menerima Rp 525 juta dari Elvizar dan sebuah serta dua ekor Kuda. Kemudian sepeda Cannondale dari EL senilai Rp 60 juta.
Sementara Rudy menerima sejumlah uang selama periode 2000-2004 dengan total Rp19,72 miliar. Sehingga kasus ini merugikan negara sebanyak Rp 744 miliar.
"Kerugian keuangan negara yang dihitung dengan metode real cost, sekurang-kurangnya sebesar Rp 744.540.374.314," ujar Asep.
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 4 jam yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu