Terbitkan Aturan Baru, Kemendag Batasi Impor Ubi Kayu dan Turunannya

Oleh: Sri Utami Setia Ningrum
Sabtu, 20 September 2025 | 13:00 WIB
Ilustrasi ubi kayu (BeritaNasional/Freepik)
Ilustrasi ubi kayu (BeritaNasional/Freepik)

BeritaNasional.com -  Pemerintah menerbitkan dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang mengatur pembatasan impor ubi kayu dan produk turunannya serta etanol.

Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan kebijakan ini merupakan tindak lanjut arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menjaga ketersediaan bahan baku industri, melindungi petani dalam negeri dan menjamin pasokan strategis.

"Penerbitan kedua Permendag ini dilakukan sesuai arahan Bapak Presiden. Tujuannya, untuk menjaga kebutuhan industri, melindungi petani dalam negeri, sekaligus menjaga kepastian pasokan bahan baku strategis nasional," ujar Budi dilansir dari Antara, Sabtu (20/8/2025).

Kedua Permendag tersebut adalah Permendag 31 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang Pertanian dan Peternakan. Permendag ini mengatur impor ubi kayu dan produk turunannya.

Selanjutnya, Permendag 32 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Bahan Kimia, Bahan Berbahaya dan Bahan Tambang. Permendag ini mengatur impor etanol.

Kedua Permendag ini akan berlaku dalam kurun 14 hari sejak tanggal diundangkan.

Salah satu pokok pengaturan dalam Permendag 31/2025 adalah penyesuaian kebijakan impor komoditas ubi kayu/singkong dan produk turunannya seperti tepung tapioka.

Instrumen pengaturan impor ditetapkan melalui mekanisme Persetujuan Impor (PI) yang hanya dapat diberikan kepada importir pemegang Angka Pengenal Impor produsen (API-P).

Persyaratan impor tersebut berupa Rekomendasi Teknis dari Kementerian Perindustrian atau Neraca Komoditas (NK) jika telah tersedia dan pengawasan dilakukan di pabean (border).

"Kemendag mendorong ubi kayu/singkong dan produk turunannya agar masuk ke dalam neraca komoditas ke depannya"

Sementara itu, Permendag 32/2025 diterbitkan untuk merespons usulan berbagai kementerian dan asosiasi agar sebagian komoditas bahan bakar lain, khususnya etanol, kembali dikenakan ketentuan Persetujuan Impor (PI).

Menurut Budi, langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas harga molases (tetes tebu) yang menjadi bahan baku utama industri etanol.

Langkah ini juga untuk melindungi pendapatan petani tebu serta keberlangsungan industri gula nasional.

Kebijakan ini juga sejalan dengan program pemerintah dalam percepatan swasembada gula nasional, swasembada energi, serta pengembangan ekonomi
hijau.

Ia mengatakan, semula etanol bebas diimpor, kini dikembalikan pengaturannya sebagaimana sebelumnya.

"Tujuannya, agar tidak mengganggu penyerapan tetes tebu lokal. Etanol ini sangat penting bagi industri, tetapi juga harus dipastikan tidak merugikan petani tebu yang selama ini memasok bahan baku," terang Budi.

Permendag 32/2025 juga mengakomodasi kebutuhan industri farmasi, obat tradisional, kosmetik dan pangan olahan terkait bahan berbahaya (B2).

Sebelumnya, impor B2 oleh Importir Terdaftar (IT-B2) hanya dapat disalurkan ke pengguna akhir di luar sektor tersebut.

Peraturan ini memungkinkan IT-B2, khususnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API-U), untuk mendistribusikan bahan berbahaya kepada sektor- sektor tertentu.

Ia pun menegaskan, syarat utamanya adalah rekomendasi dari lembaga pemerintah yang berwenang di bidang pengawasan obat dan makanan, dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Rekomendasi tersebut wajib dipenuhi jika bahan berbahaya akan digunakan untuk kebutuhan industri
farmasi, industri obat tradisional, industri kosmetik, maupun industri pangan olahan dan Bahan Tambahan Pangan (BTP).

"Dengan Permendag ini, pemerintah memastikan bahwa distribusi bahan berbahaya tetap terkendali, namun pada saat yang sama memberikan kemudahan bagi sektor-sektor strategis agar tetap memperoleh pasokan," tukasnya. (Antara)sinpo

Editor: Sri Utami Setia Ningrum
Komentar: