Curhat Asosiasi Pengemudi Logistik: Jam Kerja 14 Jam, Minim Jaminan, hingga Pakai Doping

Oleh: Ahda Bayhaqi
Rabu, 01 Oktober 2025 | 19:46 WIB
Wakil Ketua DPR RFI, Sufmi Dasco Ahmad berbincang dengan perwakilan Asosiasi Pengemudi. (BeritaNasional/Elvis Sendouw)
Wakil Ketua DPR RFI, Sufmi Dasco Ahmad berbincang dengan perwakilan Asosiasi Pengemudi. (BeritaNasional/Elvis Sendouw)

BeritaNasional.com -  Ketua Umum Rumah Berdaya Pengemudi Indonesia (RBPI), Ika Rostianti, mengungkap kondisi kerja tidak manusiawi yang dialami sopir angkutan logistik. Mereka kerap bekerja hingga belasan jam dalam perjalanan jarak jauh.

Karena beban kerja tersebut, banyak sopir logistik terpaksa menggunakan doping berupa narkoba agar tetap kuat. Hal ini disampaikan Ika saat audiensi dengan pimpinan DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/10/2025).

“Teman-teman dari beberapa ekspedisi melaporkan bahwa jam kerja mereka tidak manusiawi. Dari Jakarta ke Surabaya itu bisa 14 jam, dan itu sangat berbahaya,” ujar Ika.

“Setelah itu, hampir sebagian sopir logistik memakai doping, memakai narkoba. Sekarang enggak masuk akal, soalnya Jakarta–Surabaya bisa sampai 14 jam,” jelasnya.

Beban kerja berat para sopir berdampak langsung pada keselamatan di jalan. Ika mengungkap, hampir setiap pekan dirinya menerima laporan kecelakaan yang dialami anggota.

“Setidaknya dalam satu minggu saya mengurus 7–8 anggota saya yang mengalami kecelakaan di bidang logistik,” katanya.

Selain itu, sopir logistik minim pelatihan dan tidak memiliki standar kompetensi yang jelas. Banyak perusahaan merekrut sopir tanpa keahlian teknis maupun pemahaman etika berkendara.

“Asal bisa bawa mobil maju-mundur antar barang, itu boleh jadi sopir. Kita enggak punya standar kompetensi hari ini, bagaimana beretika di jalan, bagaimana membawa kendaraan, merawat, semua hanya berdasarkan pengalaman lapangan,” ujar Ika.

Ika berharap pemerintah menyiapkan program pelatihan vokasi khusus agar sopir logistik lebih terlatih dan profesional.

“Kalau tidak salah, tahun ini di Kemenhub sudah ada departemen vokasi ya, Pak? Kami juga mau dilatih, karena selama ini sopir tidak pernah mendapat pelatihan,” ungkapnya.

Tak hanya itu, pekerja logistik juga belum memiliki jaminan sosial yang memadai. Kondisi ini jauh tertinggal dibandingkan pengemudi ojek dan taksi online yang sudah mendapat perhatian pemerintah.

“Pekerja informal seperti sopir logistik tidak mendapatkan jaminan sosial dari perusahaan. Kami cukup iri dengan teman-teman online, karena pemerintah seakan memberikan perhatian lebih. Padahal risiko sopir logistik jauh lebih besar,” kata Ika.sinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar: