Kemendagri Diminta Tetapkan Pulau Sain, Piyai dan Kiyas Masuk Administrasi Kabupaten Raja Ampat

Oleh: Dyah Ratna Meta Novia
Rabu, 01 Oktober 2025 | 20:20 WIB
Anggota DPR RI Robert J. Kardinal (Foto/Istimewa)
Anggota DPR RI Robert J. Kardinal (Foto/Istimewa)

BeritaNasional.com - Anggota DPR RI Robert J. Kardinal meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak ragu menetapkan Pulau Sain, Piyai dan Kiyas masuk dalam administrasi Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya (PBD). 

Menurutnya, penetapan ini penting mengingat fakta dan dokumen sejarah membuktikan bahwa tiga pulau tersebut masuk wilayah Papua.

Sebagaimana diketahui, Pulau Sain, Piyai, dan Kiyas berada di perbatasan antara Provinsi Maluku Utara (Malut) dan PBD. Tiga pulau ini masuk dalam wilayah Kab. Halmahera Tengah, Malut. Namun Pemerintah Provinsi (Pemprov) PBD menggugat kepemilikan Pulau tersebut ke Kemendagri.  

“Saya kira untuk ketiga pulau tersebut tidak perlu dipertentangkan. Fakta-fakta dan dokumen Netherland Nieuw-Guinea, yang tersimpan di Arsip Nasional di Belanda menyatakan pulau tersebut, sebelum proklamasi, berada di wilayah Irian Barat (kini Papua Barat Daya, red). Itu clear,” tegas Robert dalam keterangannya.

Menurut Robert, data dan fakta sejarah tersebut nantinya akan diserahkan oleh Gubernur PBD dan Bupati Raja Ampat ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Dia pun menyampaikan apresiasi kepada Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) yang juga tokoh senior masyarakat Papua, Freddy Numberi yang telah memperoleh fakta dokumen sejarah tersebut dari Arsip Nasional Belanda itu.

Dia berharap, dokumen sejarah ini dapat meluruskan kekeliruan terhadap fakta sejarah atas letak dan posisi geografis dari tiga pulau tersebut. “Kami minta Kemendagri segera memutuskan bahwa ketiga pulau itu masuk Kab. Raja Ampat, Papua Barat Daya. Tidak perlu lama-lama. Batas wilayahnya jelas. Pada waktu Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 945, ketiga pulau tersebut masuk dalam Netherland Niew-Guinea. Datanya lengkap, temasuk petanya,” tegasnya.

Anggota Komisi IV DPR ini ini tegaskan sikap Kemendagri ini sangat penting agar konflik antara dua provinsi paling timur Indonesia ini bisa segera redam. Apalagi belakangan ini, konflik kepemilikan tiga pulau ini telah memicu konflik di tengah-tengah masyarakat. 

“Kan sama saja. Masuk Papua Barat Daya atau Papua, kan tetap dalam bingkai NKRI. Yang mana 3 pulau itu berdasarkan fakta sejarah masuk Netherland Niew-Guinea, sebelum akhirnya menjadi Irian Barat, kemudian menjadi Irian Jaya, Papua Barat dan kini Provinsi Papua Barat Daya. Ini satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan,” tegasnya. 

Dia beharap ketegasan Pemerintah, dalam hal ini Kemendagri, dapat menuntaskan persoalan kepemilikan 3 pulau tersebut.

“Jadi jangan memperdebatkan sesuatu yang sudah jelas. Yang akhirnya hanya menyulitkan orang daerah bolak-balik untuk menjelaskan sesuatu yang sudah jelas faktanya,” pungkasnya.

Sementara Mantan MKP yang juga tokoh senior masyarakat Papua, Freddy Numberi menegaskan, kepemilikan tiga pulau tersebut hendaknya mengacu pada fakta Sejarah. Dia lalu menjelaskan sejarah dari tiga pulau yang disengketakan antara Pemprov PBD dan Malut.

Mantan Menteri Perhubungan ini bilang, Belanda ketika meninggalkan Irian Barat atau Tanah Papua masih dalam status quo. Hal ini berdasarkan Perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Pemerintah Indonesia dan pihak Belanda pada 22 November 1949 lalu. Dalam perjanjian tersebut disepakati bahwa  status Irian Barat akan ditentukan melalui perundingan selanjutnya antara Pemerintah Indonesia dan Belanda dalam waktu satu tahun setelah penyerahan kedaulatan. 

Adapun Belanda secara De Facto mengaku kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949. Sementara secara De Jure, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, mewakili Pemerintah Belanda pada 14 Juni 2023, secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
 sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: