Pemprov Jakarta Pastikan Tarif MRT-LRT Tak Naik, Transjakarta Bakal Ada Penyesuaian

Oleh: Tim Redaksi
Jumat, 10 Oktober 2025 | 09:00 WIB
Penumpang menaiki MRT. (Beritanasional/Oke Atmaja)
Penumpang menaiki MRT. (Beritanasional/Oke Atmaja)

BeritaNasional.com - Pemprov DKI Jakarta memastikan tarif Moda Raya Terpadu (MRT) dan Lintas Rel Terpadu (LRT) tidak akan mengalami kenaikan meskipun ada wacana efisiensi subsidi transportasi menyusul pemangkasan dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, menegaskan hal ini dalam acara Media Fellowship Program MRT Jakarta 2025 di Jakarta, Kamis.

"Saya pastikan tarif MRT dan LRT tidak naik. Kajian terhadap 'willingness to pay' (kesediaan membayar) dan 'ability to pay' (kemampuan membayar) menunjukkan bahwa tarif yang berlaku masih dalam batas tarif yang berlaku saat ini," ujar Syafrin yang dikutip dari Antaranews pada Jumat (10/10/2025).

Subsidi MRT Tetap Aman

Syafrin menjelaskan, berdasarkan perhitungan tahun lalu, nilai keekonomian tarif MRT adalah sekitar Rp13.000 sekian. Dengan tarif yang dibebankan kepada penumpang hanya Rp7.000.

Artinya, subsidi rata-rata per pelanggan pada 2024 adalah sekitar Rp6.000. Angka ini dinilai masih sesuai dengan skema subsidi transportasi yang telah disiapkan.

Senada dengan Syafrin, Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiyat, memberikan contoh untuk rute Bundaran HI—Lebak Bulus.

Nilai keekonomian riilnya mencapai Rp32.000, sementara penumpang hanya membayar Rp14.000. Selisih Rp18.000 ini ditanggung oleh pemerintah melalui skema public service obligation (PSO) atau subsidi layanan publik.

Untuk menjaga keberlanjutan operasional, Tuhiyat menyebut MRT Jakarta berupaya mengembangkan pendapatan dari non-tarif penumpang (non-farebox).

“Agar perusahaan tetap berkelanjutan, kami mengembangkan pendapatan dari non-farebox,” ucap Tuhiyat. Pendapatan ini bersumber dari naming rights, penyewaan ruang ritel dan komersial, serta aktivitas digital dan media.

Penyesuaian Tarif Transjakarta Mendesak

Berbeda dengan MRT dan LRT, Syafrin mengungkapkan bahwa tarif Transjakarta yang sebesar Rp3.500 ditetapkan terakhir kali pada tahun 2005. Selama dua dekade terakhir, Upah Minimum Provinsi (UMP) telah naik enam kali lipat, dan inflasi kumulatif mencapai 186,7 persen.

Berdasarkan analisis tersebut, penyesuaian tarif Transjakarta dinilai sudah seharusnya dilakukan demi menjaga keberlanjutan layanan. Syafrin menyoroti penurunan cost recovery (biaya yang ditutup dari tarif) Transjakarta.

“Cost recovery Transjakarta turun dari 34 persen pada 2015 menjadi 14 persen saat ini. Artinya biaya yang dibutuhkan untuk menutup itu semakin tinggi. Tapi belum ada angka (penyesuaiannya), masih terus didetailkan," jelas Syafrin.

Efisiensi Anggaran Imbas Pemotongan Dana Pusat

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyatakan bahwa pemerintah provinsi akan mengkaji ulang skema subsidi transportasi umum. Langkah ini merupakan bagian dari upaya efisiensi anggaran menyusul pemangkasan signifikan dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah.

"Subsidi transportasi kita besar sekali, tapi bukan berarti tarif akan langsung dinaikkan. Ini hanya contoh,” ujar Pramono pada Senin (6/10). Ia menyebut subsidi transportasi di Jakarta saat ini mencapai hampir Rp15.000 per orang, sehingga perlu ditinjau kembali agar sejalan dengan kondisi fiskal daerah tanpa mengorbankan aksesibilitas layanan.

Sebagai informasi, pemangkasan dana transfer ke daerah, termasuk Dana Bagi Hasil (DBH), menyebabkan proyeksi APBD DKI Jakarta 2025 turun drastis, dari semula Rp95,35 triliun menjadi Rp79,03 triliun.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: