Pro Kontra Umrah Mandiri, Wamenhaj: untuk Lindungi WNI Bukan Celah Penyelenggara Ilegal

Oleh: Tim Redaksi
Sabtu, 25 Oktober 2025 | 17:45 WIB
Pro kontra regulasi umrah mandiri, Wamenhaj tegaskan untuk lindungi WNI bukan celah penyelenggara ilegal. (Foto/Pixabay)
Pro kontra regulasi umrah mandiri, Wamenhaj tegaskan untuk lindungi WNI bukan celah penyelenggara ilegal. (Foto/Pixabay)

BeritaNasional.com - Di tengah pro kontra kebijakan umrah mandiri dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Haji dan Umrah RI menyatakan regulasi umrah mandiri pada beleid yang belum lama disahkan itu menjadi jawaban atas dinamika kebijakan yang diterapkan Pemerintah Arab Saudi.

 

“Dinamika kebijakan Arab Saudi tidak dapat dihindari. Untuk itu perlu regulasi yang memberikan perlindungan untuk jamaah umrah kita yang memilih umrah mandiri, serta juga melindungi ekosistem ekonominya,” ujar Wakil Menteri Haji dan Umrah (Wamenhaj) Dahnil Anzar Simanjuntak di Jakarta, Sabtu (25/10/2025).

 

Sebelumnya, sejumlah asosiasi maupun biro perjalanan umrah menolal regulasi soal umrah mandiri ini karena khawatir dapat mengancam bisnis mereka.

 

Namun, Dahnil menjelaskan bahwa sebelum UU itu disahkan, praktik umrah mandiri sejatinya telah dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun, pemerintah memandang perlu memberikan payung hukum yang kuat agar pelaksanaannya tetap terjamin dari aspek keamanan, perlindungan jamaah, serta ketertiban administrasi.

 

Ia menjelaskan, Pasal 86 ayat (1) huruf b UU Haji dan Umrah menegaskan bahwa perjalanan ibadah umrah dapat dilakukan secara mandiri, yang berarti negara mengakui dan memfasilitasi praktik tersebut secara hukum.

 

Lebih lanjut, kata dia, Pasal 87A mengatur sejumlah persyaratan bagi calon jamaah umrah mandiri, antara lain harus beragama Islam, memiliki paspor yang masih berlaku paling singkat enam bulan, memiliki tiket pulang pergi ke Arab Saudi, surat keterangan sehat, serta visa dan bukti pembelian paket layanan yang terdaftar melalui Sistem Informasi Kementerian.

 

“Melalui sistem ini, data dan transaksi umrah mandiri akan terintegrasi dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi serta platform Nusuk. Hal ini menjadi bentuk perlindungan negara terhadap WNI yang beribadah umrah secara mandiri di luar negeri,” ujar Dahnil.

 

Menurut Dahnil, regulasi ini juga memberikan jaminan hak bagi jamaah umrah mandiri untuk memperoleh layanan sesuai perjanjian tertulis dengan penyedia layanan, serta hak untuk melaporkan kekurangan pelayanan kepada menteri.

 

Selain memberikan pengakuan hukum, dia menambahkan, pemerintah juga menetapkan sanksi tegas bagi pihak-pihak yang menyalahgunakan mekanisme umrah mandiri. Berdasarkan Pasal 122, individu atau korporasi yang bertindak sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) tanpa izin, atau memberangkatkan jamaah tanpa hak, dapat dipidana penjara hingga enam tahun dan/atau denda maksimal Rp2 miliar.

 

“Setiap orang yang tanpa hak mengambil sebagian atau seluruh setoran jemaah juga dapat dipidana hingga delapan tahun penjara dan denda serupa,” terangnya.

 

Ia menegaskan, skema umrah mandiri bersifat personal dan tidak dapat digunakan untuk menghimpun atau memberangkatkan jamaah secara kolektif di luar mekanisme resmi.

 

“Umrah mandiri dilakukan oleh individu yang mendaftar dan tercatat langsung dalam sistem Kementerian. Ini bukan celah untuk bertindak sebagai penyelenggara tanpa izin,” tandas mantan Juru Bicara (Jubir) Prabowo Subianto itu.

Sumber: Antara

 sinpo

Editor: Kiswondari
Komentar: