Periksa Eks Dirjen Perkebunan, KPK Dalami Penganggaran dan Pengadaan Pembeku Lateks

Oleh: Panji Septo R
Minggu, 26 Oktober 2025 | 10:45 WIB
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo saat memberikan keterangan pers. (BeritaNasional/Panji Septo)
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo saat memberikan keterangan pers. (BeritaNasional/Panji Septo)

BeritaNasional.com -  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pengadaan pembeku lateks yang terkait dengan kasus dugaan korupsi fasilitas pengolahan karet di Kementerian Pertanian (Kementan).

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, menyampaikan pemeriksaan tersebut dilakukan terhadap mantan Dirjen Perkebunan Kementan Andi Nur Alamsyah.

"Saksi didalami terkait penganggaran dan pelaksanaan kegiatan pengadaan pembeku latek tahun 2022–2023 saat masih menjabat dirjen perkebunan," ujar Budi dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (26/10/2025).

Dalam perkara ini, lembaga antirasuah sebelumnya telah menetapkan satu aparatur sipil negara (ASN) di Kementan bernama Yudi Wahyudin (YW) sebagai tersangka.

"Sudah (YW tersangka)," kata Budi.

Meski demikian, Budi belum menjelaskan secara rinci jumlah tersangka dalam kasus tersebut. Ia hanya memastikan bahwa Yudi merupakan salah satunya.

"Ya terkait dengan siapa saja yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, nanti kami akan update," ujarnya.

KPK juga menduga potensi kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp75 miliar. Nilai tersebut masih dapat bertambah seiring dengan pendalaman dan perhitungan lanjutan.

Penyidik turut melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi yang dirahasiakan. Dari penggeledahan tersebut, ditemukan barang bukti berupa uang tunai, dokumen penting, serta barang bukti elektronik.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa kasus ini berkaitan dengan pengadaan asam formiat, cairan kimia yang digunakan untuk mengentalkan getah karet.

Asep mengungkapkan modus korupsi dalam proyek ini berupa penggelembungan harga (mark-up) pembelian asam semut, yang diduga dilakukan melalui PT Sintas Kurama Perdana di Jawa Barat.

"Yang terjadi adalah penggelembungan harga. Jadi, harga yang tadinya dijual misalnya Rp10 ribu per sekian liter, menjadi Rp50 ribu per sekian liter," tukasnya. 

 sinpo

Editor: Sri Utami Setia Ningrum
Komentar: