PDIP Pertanyakan Alasan Pencopotan Yasonna Laoly dari Jabatan Menkumham

Oleh: Lydia Fransisca
Senin, 19 Agustus 2024 | 18:10 WIB
Ketua PDIP Djarot Saiful Hidayat. (BeritaNasional/Lydia)
Ketua PDIP Djarot Saiful Hidayat. (BeritaNasional/Lydia)

BeritaNasional.com -  PDI Perjuangan (PDIP) mengaku menghormati keputusan Presiden Joko Widodo yang mencopot Yasonna Laoly dari jabatannya sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham).

Namun, PDIP mempertanyakan alasan di balik reshuffle kabinet tersebut. Pasalnya, Yasonna telah mendampingi Jokowi sebagai menteri sejak 2014.

"Ini merupakan hak prerogatif presiden, jadi silakan saja. Tapi kita perlu memberikan catatan dan pertanyaan," kata Ketua PDIP Djarot Saiful Hidayat di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Senin (19/8/2024).

"Pertama, apakah Pak Yasonna di-reshuffle padahal kabinet kurang dua bulan lagi karena alasan strategis terkait efektivitas pemerintahan atau karena alasan politis?" tambah Djarot.

Djarot menduga bahwa alasan pencopotan Yasonna mungkin karena dia tidak meminta persetujuan Jokowi saat pengesahan perpanjangan kepengurusan DPP. Mengingat mekanisme perpanjangan kepengurusan partai harus melalui Kemenkumham.

"Kedua, apakah Pak Yasonna diberhentikan karena sebagai kader partai, beliau baru-baru ini mengikuti acara deklarasi di Medan untuk mencalonkan Eddy Rahmayadi? Partai menganggap hal itu sah-sah saja, asalkan dilakukan dengan benar dan baik," tanya Djarot.

Pertanyaan ketiga dari PDIP terkait pemberhentian Yasonna adalah apakah tidak ada etika pemerintahan ketika kepala negara mengambil keputusan strategis di saat masa jabatannya hampir selesai.

"Umumnya, jika seseorang akan berhenti, etika sebagai pejabat adalah tidak mengambil keputusan strategis yang dapat membebani pemerintahan berikutnya," tegas Djarot.

Ditambah lagi, PDIP menilai tidak adanya kehadiran Presiden Terpilih Prabowo Subianto dalam pelantikan tersebut.

"Kita lihat tadi Pak Prabowo tidak menghadiri acara pelantikan dan pengambilan sumpah. Kebijakan-kebijakan strategis seperti ini bisa membebani pemerintah berikutnya, misalnya dengan penempatan seseorang dalam jabatan strategis. Bayangkan, hanya kurang dua bulan, 43 hari efektif," ucap Djarot.

Oleh sebab itu, Djarot menilai bahwa momentum reshuffle kali ini merupakan kesempatan bagi Jokowi untuk mengumpulkan kekuatan di pemerintahan Prabowo-Gibran.

"Meskipun ini adalah hak prerogatif presiden, tetapi ada etika-etika pemerintahan yang harus diperhatikan," tandasnya.sinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar: