MPR Serahkan Tidak Berlakunya TAP MPRS 33 ke Megawati, Bamsoet: Soekarno Tak Khianati Negara

Oleh: Ahda Bayhaqi
Senin, 09 September 2024 | 12:16 WIB
Penyerahan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan negara dari Presiden Soekarno. (Foto/PDIP).
Penyerahan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan negara dari Presiden Soekarno. (Foto/PDIP).

BeritaNasional.com - Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri dan keluarga besar Presiden pertama Soekarno menerima surat pimpinan MPR yang berisi tindak lanjut tidak berlakunya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan negara dari Presiden Soekarno.

Penyerahan surat tersebut digelar di Gedung MPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/8/2024). Selain Megawati, anak-anak bung Karno yang hadir adalah Guntur Soekarnoputra, Sukmawati Soekarnoputri dan Guruh Soekarnoputra. Serta cucu Bung Karno, Tatam Soekarnoputra dan M Prananda Prabowo.

"Hari ini akan menjadi saksi sejarah, secara langsung untuk mengikuti acara penyerahan surat pimpinan MPR RI kepada Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia pada keluarga besar Bung Karno Perihal tindak lanjut daripada berlakunya TAP MPRS. Perihal tindak lanjut tidak berlakunya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967, tanggal 12 Maret 1967, tentang kecabutan kekuasaan negara dari Presiden Sukarno," ujar Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.

MPR menerima surat Menteri Hukum dan HAM tentang tidak berlakunya. MPR mengabulkan surat tersebut setelah melalui rapat.

"TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 telah dinyatakan sebagai kelompok Ketetapan MPRS yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan," kata Bamsoet.

Bamsoet menyadari masih ada persoalan yang bersifat psikologis dan politis meski TAP MPRS sudah dicabut. Karena ada muatan tuduhan dalam bagian konsideran/menimbang huruf (c) yang intinya menuduh Presiden Soekarno telah memberikan kebijakan yang mendukung pemberontakan dan pengkhianatan G-30-S/PKI pada 1965.

Kemudian, perintah kepada Pejabat Presiden untuk menyelesaikan persoalan hukum menurut ketentuan hukum dalam rangka menegakan hukum dan keadilan kepada Bung Karno atas tuduhan tersebut sebagaimana perintah pasal 6 TAP MPRS Nomor XXXIII/MPR/1967 tidak pernah dilaksanakan sampai akhirnya Bung Karno wafat tanggal 21 Juni 1970 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Jakarta dalam status Tahanan Politik di Wisma Yaso Jakarta.

Karena itu secara juridis tuduhan kepada Bung Karno tidak pernah dibuktikan menurut hukum dan keadilan serta telah bertentangan dengan prinsip Indonesia yang berdasarkan atas hukum.

Hal itu sesuai ketentuan Pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945. Dalam prinsip hukum berlaku “Omnis Idemnatus pro innoxio legibus habetur” (setiap orang yang tidak dapat dinyatakan bersalah sebelum dinyatakan sebaliknya oleh hukum). Sebuah maxim yang bermakna bahwa seseorang yang dituduh melakukan kejahatan/tindak pidana adalah tidak bersalah sampai kemudian dapat dibuktikan sebaliknya dalam suatu pengadilan yang fair/adil atau dengan kata lain bahwa seseorang tidak dapat dihukum tanpa proses hukum yang adil dan fair.

Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2012 melalui Keputusan Presiden Nomor 83/TK/Tahun 2012 telah menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada Soekarno. Pertimbangan pemberian gelar Pahlawan Nasional tersebut antara lain adalah Bung Karno merupakan putra terbaik yang pernah dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Pasal 25 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan menyebutkan salah satu syarat pemberian gelar Pahlawan Nasional  yaitu setia dan tidak pernah mengkhianati bangsa dan negara.

"Artinya seseorang yang semasa hidupnya pernah melakukan pengkhianatan kepada bangsa dan negara tidak akan pernah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Dengan demikian, ditetapkannya Keputusan penganugerahan gelar pahlawan nasional oleh negara kepada Bung Karno secara administrasi dan yuridis Bung Karno memenuhi syarat tidak pernah mengkhianati bangsa dan negara," jelas Bamsoet.

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 7 November 2022 saat pidato kenegaraan di Istana Merdeka telah menegaskan dengan telah diterimanya gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Soekarno dinyatakan telah memenuhi syarat setia, tidak mengkhianati bangsa dan negara yang merupakan syarat penganugerahan gelar kepahlawanan.

Bamsoet menegaskan pimpinan MPR berpandangan sebagai sebuah bangsa yang besar, punya kewajiban untuk menyelesaikan setiap permasalahan dengan penuh kearifan dan melihat jauh ke depan demi kepentingan generasi di masa yang akan datang. Guru-guru di sekolah selalu mengajarkan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa-jasa para pahlawan bangsanya.

"Ke depan, tidak boleh ada warga negara kita, apalagi jika ia seorang pemimpin bangsa yang harus menjalani sanksi hukuman apapun tanpa adanya proses hukum yang fair dan adil," jelas Bamsoet.

Pimpinan MPR mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya atas segala jasa dan pengabdian Bung Karno yang sangat besar semasa hidupnya kepada bangsa Indonesia dan dunia internasional utamanya dalam pembebasan bangsa Asia-Afrika dari kolonialisme melalui Konferensi Asia Afrika Tahun 1955 di Bandung, Pembentukan Organisasi Negara-Negara Non Blok, Menjadi Pendekar dan Pembebas Bangsa-Bangsa Islam terutama dalam perjuangan kemerdekaan bagi bangsa Palestina.

MPR RI akan memberikan klasifikasi khusus berkenaan dengan Ketetapan-Ketetapan MPR/MPRS yang disebutkan dalam Pasal 6 Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002 sebagai bagian dari penataan kearsipan MPR RI termasuk memberikan klasisfikasi khusus atas TAP MPRS  Nomor XXXIII/MPRS/1967 sebagai ketatapan MPRS yang telah dinyatakan tidak berlaku lagi dan keputusan tersebut wajib disosialisasikan kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda bangsa Indonesia.

Pimpinan MPR RI berkomitmen untuk terus mengawal pemulihan nama baik Soekarno atas ketidakpastian hukum yang adil yang ditimbulkan dari penafsiran terhadap Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 serta memulihkan hak-hak Bung Karno sebagai warga negara dan Presiden Republik Indonesia Pertama.

"Termasuk hak-hak Presiden Soekarno seperti perumahan dan lain-lain seperti yang didapatkan oleh Presiden RI selanjutnya," kata Bamsoet.sinpo

Editor: Harits Tryan Akhmad
Komentar: