Mengenal Sejarah Panjang Sritex, Tekstil Raksasa yang Akhirnya Pailit

Oleh: Tim Redaksi
Jumat, 25 Oktober 2024 | 23:01 WIB
Kantor Sritex. (Foto/wikipedia).
Kantor Sritex. (Foto/wikipedia).

BeritaNasional.com - PT Sri Rejeki Isman Tbk, atau dikenal sebagai Sritex, merupakan salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Berawal sebagai usaha kecil pada 1966, Sritex tumbuh menjadi perusahaan raksasa di industri tekstil dan garmen Indonesia, hingga akhirnya menghadapi tantangan besar dan dinyatakan pailit pada tahun 2024.

Berikut ini sejarah perjalanan panjang perusahaan ini:

Sritex didirikan oleh HM Lukminto di Solo, Jawa Tengah, pada tahun 1966 sebagai usaha perdagangan tekstil kecil. Perusahaan ini berkembang pesat dengan fokus pada produksi kain dan pakaian jadi. 

Pada tahun 1980-an, Sritex mulai mengembangkan lini produksi sendiri, dari pembuatan benang, kain, hingga garmen, yang mencakup semua aspek rantai pasokan tekstil. Model bisnis terintegrasi ini memberi Sritex keuntungan kompetitif, karena dapat mengontrol kualitas dan harga dengan lebih baik.

Pada tahun 1990-an, Sritex mulai mengekspor produknya ke pasar internasional, menjadikannya salah satu pemain utama dalam industri tekstil global. Mereka memasok bahan dan pakaian jadi ke berbagai negara dan memperluas pasar ke Eropa, Amerika Serikat, dan Asia.

Perkembangan dan Diversifikasi Bisnis (2000-2010)

Di era 2000-an, Sritex semakin memperluas pasar dengan fokus pada diversifikasi produk. Selain pakaian umum, mereka juga mulai memproduksi pakaian militer dan seragam untuk berbagai negara. Salah satu pencapaian terbesar Sritex adalah menjadi pemasok utama seragam militer dan pakaian taktis untuk angkatan bersenjata dari berbagai negara, termasuk NATO. Produk seragam militer yang mereka buat dikenal akan kualitas tinggi dan daya tahannya.

Pada tahun 2013, Sritex mencatat tonggak sejarah dengan mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), yang mengantarkannya pada perolehan dana besar untuk mempercepat ekspansi dan modernisasi mesin produksi. Dengan suntikan modal ini, Sritex semakin fokus pada peningkatan kapasitas produksi dan efisiensi.

Tantangan Keuangan dan Mulai Terlihatnya Masalah (2020-2022)

Meskipun dikenal sebagai perusahaan yang kuat dan stabil, Sritex mulai mengalami kesulitan finansial pada awal dekade 2020-an. Pandemi COVID-19 pada tahun 2020 menyebabkan gangguan besar di industri tekstil global, termasuk di Indonesia. Permintaan berkurang drastis karena penurunan aktivitas ekonomi global, ditambah dengan penutupan toko-toko ritel yang menyebabkan penurunan pesanan besar-besaran. 

Meski sempat bertahan, situasi keuangan Sritex semakin memburuk akibat menumpuknya utang yang mencapai triliunan rupiah. Pada tahun 2021, Sritex meminta penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sebagai upaya untuk merestrukturisasi kewajiban finansialnya. Proses PKPU ini sempat memberikan waktu bagi Sritex untuk bernegosiasi dengan para kreditur, namun tidak cukup untuk mengatasi permasalahan utang yang terus membengkak.

Restrukturisasi dan Upaya Bertahan (2023)

Pada 2023, Sritex meluncurkan berbagai upaya untuk keluar dari kesulitan keuangan. Di bawah kepemimpinan generasi penerus keluarga Lukminto, perusahaan melakukan berbagai langkah restrukturisasi internal dan efisiensi biaya. Selain itu, Sritex juga mencoba mengalihkan fokus pada produk yang lebih dibutuhkan, termasuk produk kesehatan dan masker, yang sempat populer selama pandemi.

Namun, usaha ini ternyata belum cukup untuk mengatasi masalah besar dalam neraca keuangan perusahaan. Utang yang belum terselesaikan, kurangnya arus kas yang sehat, serta kenaikan biaya produksi akibat harga bahan baku yang meningkat menyebabkan Sritex terus mengalami kesulitan finansial.

Kepailitan di Tahun 2024

Pada awal 2024, setelah proses yang panjang dan gagal membayar beberapa kewajiban finansial, Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta. Keputusan ini diambil setelah perusahaan tidak berhasil memenuhi pembayaran kepada kreditur dan tidak mampu menunjukkan rencana restrukturisasi yang meyakinkan. Dengan pernyataan pailit ini, Sritex resmi berhenti beroperasi dan aset-asetnya akan dilikuidasi untuk membayar kewajiban kepada para kreditur.

Pengaruh dan Dampak Kepailitan Sritex

Kepailitan Sritex memberikan dampak besar bagi industri tekstil dan garmen Indonesia. Sebagai salah satu perusahaan tekstil terbesar, kejatuhan Sritex berdampak pada ribuan tenaga kerja yang harus kehilangan pekerjaan. Selain itu, rantai pasokan tekstil dan garmen Indonesia juga terganggu, karena Sritex memainkan peran penting dalam menyediakan bahan baku dan produk jadi.

Industri tekstil Indonesia yang sudah mengalami penurunan daya saing karena tekanan impor murah dan biaya produksi tinggi menjadi semakin tertekan. Kepailitan Sritex juga menjadi perhatian bagi pemerintah, yang diharapkan lebih fokus pada kebijakan untuk memperkuat industri domestik dan melindungi produsen lokal dari persaingan global yang ketat.

Warisan dan Kenangan Sritex

Meskipun berakhir dengan kepailitan, Sritex meninggalkan warisan sebagai pelopor industri tekstil di Indonesia dan Asia Tenggara. Selama beberapa dekade, Sritex telah menjadi simbol kemampuan perusahaan Indonesia untuk bersaing di pasar global. Perusahaan ini tidak hanya menghasilkan produk berkualitas tinggi tetapi juga menunjukkan bahwa perusahaan lokal bisa menjadi pemain penting dalam rantai pasok internasional.

Kisah Sritex ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya manajemen utang yang hati-hati dan adaptasi terhadap perubahan pasar, terutama dalam industri yang sangat kompetitif seperti tekstil dan garmen.

(Helvi Handayani/Magang)sinpo

Editor: Harits Tryan Akhmad
Komentar: