Jangan Permisif, Pelecehan Seksual Verbal Bisa Dipidana!
BeritaNasional.com - Tindak pelecehan seksual bisa menimpa siapa saja. Tua, muda, berpendidikan atau tidak, pria atau pun wanita tindak pidana ini bisa terjadi begitu saja bahkan tanpa kita sadari. Pelecehan seksual tidak hanya terjadi secara fisik tapi juga bisa terjadi secara verbal atau melalui kata-kata seperti lelucon,catcalling atau bahkan sekadar komentar tentang penampilan yang alih-alih bercanda atau menegur.
Menurut Komnas Perempuan, pelecehan seksual merujuk pada tindakan bernuansa seksual yang disampaikan, baik melalui kontak fisik maupun nonfisik yang sasarannya adalah bagian tubuh seksual atau seksualitas seseorang. Jadi, pelecehan seksual tidak hanya bisa dilakukan secara fisik, tetapi bisa juga secara non fisik atau disebut juga pelecehan verbal.
Berikut ini contoh-contoh pelecehan seksual secara verbal:
1.Komentar seksual tentang tubuh seseorang.
2.Lelucon kotor seksual.
3.Menyebarkan rumor tentang aktivitas seksual orang lain.
Berbicara tentang kegiatan seksual sendiri di depan orang lain.
Pelecehan seksual secara verbal seringkali tidak disadari oleh korbannya, karena bukan merupakan tindakan fisik. Jenis pelecehan ini juga tidak menyerang korbannya secara langsung, tetapi melukai harga diri serta dapat memberikan rasa malu yang luar biasa. Enggak hanya itu, pelecehan seksual awalnya hanya sebatas ucapan ini juga dapat mendorong pelakunya untuk bertindak lebih jauh dengan melakukan pelecehan seksual secara fisik. Hal ini terjadi karena korban biasanya tidak menyadari ucapan tersebut merupakan bagian dari pelecehan seksual, melainkan hanya dianggap sebagai candaan semata saja. Tanggapan korban yang biasa saja tersebut malah semakin mengundang niatan yang buruk dari pelaku.
Oleh karena itu, sangat penting bagi wanita untuk dapat menyadari mana gurauan yang sudah termasuk pelecehan seksual. Gurauan yang sudah termasuk dalam pelecehan seksual adalah gurauan yang mengandung unsur berikut:
1.Menggoda, bercanda, ataupun menanyakan hal-hal bersifat seksual yang tidak diinginkan atau membuat lawan bicara tidak nyaman. Contohnya, “Abis keramas, nih? Semalem main apa, nih?” atau "Baju kamu kurang bahan?" "Kamu tinggal sama siapa di kosan? "Jangan panggil saya bapak panggil saja mas"
2.Lelucon merendahkan berdasarkan jenis kelamin.
3.Candaan yang menghina tentang seksualitas seseorang atau orientasi seksual
4.Candaan seksual tentang fisik, penampilan, ataupun pakaian seseorang.
5.Mengirim lelucon atau gambar seksual melalui email atau media komunikasi lainnya.
Jadi, apa yang harus dilakukan bila kamu merasa dilecehkan?
Sebenarnya tidak ada cara yang sama dalam menanggapi pelecehan. Setiap situasi berbeda bentuknya, jadi kamu perlu mengevaluasi masalah dan memutuskan respon terbaik untuk dilakukan. Yang jelas, jangan mengabaikan pelecehan begitu saja, karena pelaku tidak akan pernah bisa jera dan malah berpotensi semakin menjadi.
Jangan pernah juga sesekali menyalahkan diri sendiri atas masalah yang terjadi, karena ini bukan salah kamu. Tempatkan kesalahan pada tempatnya, yaitu pada orang yang telah melecehkan. Menyalahkan diri sendiri juga dapat menyebabkan depresi dan hal itu tidak akan membantu mengatasi situasi, tetapi malah semakin memperburuknya.
Berikut ini beberapa cara yang bisa kamu lakukan dalam menanggapi gurauan pelecehan:
1. Ungkapkan ketidaksukaan kamu terhadap gurauan seksual yang dilontarkan si pelaku dengan tegas.
2. Hindari teman-teman yang sering bergurau mengenai hal-hal yang berbau seksual.
3. Jangan memberi respon melalui ekspresi yang memperlihatkan bahwa kamu merasa nyaman terhadap hal-hal yang berbau seksualitas dari orang terdekat, karena itu adalah tahap awal terjadinya pelecehan seksual secara verbal.
4. Bila kamu mengalami pelecehan, jangan diam saja. Ceritakanlah pada orang terdekat tentang hal yang baru saja kamu alami. Cara ini bisa membantu kamu mendapatkan dukungan, sehingga pengalaman buruk tersebut tidak menjadi tekanan bagi kesehatan mental kamu.
Apakah pelecehan seksual verbal bisa dipidana? SANGAT BISA. Menurut Pasal 5 UU TPKS, pelecehan verbal dan pelecehan nonfisik lainnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp10 juta.
Pidana tersebut ditambah 1/3 jika pelecehan verbal dilakukan:
1. Dalam lingkup keluarga;
2. Tenaga kesehatan, tenaga medis, pendidik, tenaga kependidikan, atau tenaga profesional lain yang mendapatkan mandat untuk penanganan, pelindungan dan pemulihan;
3. Pegawai, pengurus, atau petugas terhadap orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga;
4. Penjabat publik, pemberi kerja, atasan, atau pengurus terhadap irang yang dipekerjakan atau bekerja dengannya;
5. Lebih dari 1 kali atau terhadap lebih dari 1 orang;
6. Oleh 2 orang atau lebih dengan bersekutu;
terhadap anak;
terhadap penyandang disabilitas;
terhadap perempuan hamil;
terhadap seseorang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya;
terhadap seseorang dalam keadaan darurat, keadaan bahaya, situasi konflik, bencana atau perang;
dengan menggunakan sarana elektronik.
Selain itu, dapat juga dijatuhkan pidana tambahan oleh hakim berupa:
pencabutan hak asuh anak atau pencabutan pengampunan;
pengumuman identitas pelaku; dan/atau
perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana kekerasan seksual
Dalam UU TPKS Pasal 4 ayat (1) ada 9 jenis tindak pidana pelecehan seksual. Salah satunya adalah pelecehan seksual non-fisik yang diatur pada Pasal 5 UU TPKS berbunyi: “Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/ atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).”
Berikut alat bukti yang bisa dilaporkan.
Alat bukti yang sah dalam pembuktian Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas:
1. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam hukum acara pidana; alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan barang bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana atau sebagai hasil Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan/atau benda atau barang yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut.
2. Termasuk alat bukti keterangan Saksi yaitu hasil pemeriksaan terhadap Saksi dan/atau Korban pada tahap penyidikan melalui perekaman elektronik. (3) Termasuk alat bukti surat, yaitu:
Sejak diberlakukannya UU TPKS perempuan Indonesia bisa melaporkan tindakan kekerasan seksual non-fisik yang dialaminya ke pihak kepolisian.
5 bulan yang lalu
DUNIA | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu