Benarkah Digitalisasi Sertifikat Tanah Kurangi Celah Praktik Mafia?

Oleh: Dyah Ratna Meta Novia
Jumat, 24 Januari 2025 | 13:45 WIB
Seminar Nasional soal  Sertifikat Tanah (Foto/Istimewa)
Seminar Nasional soal Sertifikat Tanah (Foto/Istimewa)

BeritaNasional.com - Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) melaksanakan Seminar Nasional bertajuk "Digitalisasi Sertifikat Tanah: Mengurangi Celah Praktik Mafia Tanah atau Membuka Celah Baru?".

Seminar ini dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai kalangan, termasuk pejabat pemerintah, akademisi, praktisi hukum, pelaku usaha sektor properti, mahasiswa, hingga perwakilan masyarakat dan media. Seminar ini menjadi ruang diskusi strategis untuk membahas peluang dan tantangan dari digitalisasi sertipikat tanah yang bertujuan meningkatkan transparansi, efisiensi, dan akurasi pengelolaan aset tanah di Indonesia. 

Ketua Panitia Seminar Nasional, Dr. Simon Simaremare, S.T., M.Th., MH mengatakan, "Digitalisasi sertifikat tanah adalah langkah strategis yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan transparansi, efisiensi, dan akurasi pengelolaan aset tanah. Di balik optimisme terhadap transformasi ini, kita tidak dapat menutup mata terhadap risiko dan celah yang mungkin timbul, termasuk ancaman keamanan data serta potensi manipulasi oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab," katanya.

Hal yang menjadi sorotan dalam seminar ini, antara lain:

1. Peluang dan tantangan digitalisasi sertifikat tanah: digitalisasi diharapkan mampu meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam pengelolaan data pertanahan. Namun, tantangan seperti resistensi terhadap perubahan, kendala infrastruktur, serta potensi penyalahgunaan teknologi oleh mafia tanah menjadi perhatian utama. 

2. Keamanan data digital: sistem digital selalu menghadapi risiko keamanan, seperti peretasan, manipulasi data, dan kebocoran informasi. Hal yang diperlukan antara lain pentingnya langkah-langkah mitigasi, seperti penggunaan teknologi enkripsi terkini, autentikasi berlapis, dan audit keamanan yang terintegrasi.

3. Rekomendasi kebijakan berbasis akademis dan praktis: usulan langkah strategis meliputi penguatan kerangka hukum, kolaborasi antar lembaga, dan peningkatan literasi digital masyarakat. 

4. Kesadaran publik: edukasi dan kampanye kesadaran kepada masyarakat dianggap krusial untuk melibatkan mereka dalam menjaga keamanan data dan memastikan hak atas tanah terlindungi.   

Perwakilan dari ATR/BPN, Koordinator Subtansi Sistem Pelayanan Pertanahan Pramusintha Nugraha, S.Si.,M.Si. mengatakan, penerapan sertifikat tanah elektronik merupakan solusi strategis untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, dan keamanan dalam pengelolaan data pertanahan. 

"Dengan sertifikat elektronik, ruang gerak mafia tanah dapat dipersempit melalui digitalisasi layanan. Selain itu, sistem ini juga mengurangi kewajiban masyarakat untuk hadir secara fisik di kantor pertanahan hingga 80%, menghilangkan risiko kehilangan sertifikat, dan menjamin keaslian dokumen yang tersimpan secara terdesentralisasi, transparan, dan aman," ujarnya.

Transformasi ini, kata dia, juga mendukung mitigasi risiko akibat bencana alam dengan pengelolaan data yang terpusat secara elektronik, sekaligus memberikan kemudahan akses bagi masyarakat terhadap informasi pertanahan mereka melalui platform digital seperti aplikasi Sentuh Tanahku. 

Ahli Hukum Agraria dan Dosen Tetap Program Magister Hukum  UKI Dr. Diana R.W. Napitupulu, S.H., M.H., M.Kn., M.Sc mengatakan, transformasi menuju sertifikat tanah elektronik harus didukung dengan landasan hukum yang kuat. 

"Keberadaan sertifikat tanah elektronik tidak hanya memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi karena lebih sulit dipalsukan dibandingkan sertifikat fisik, tetapi juga menawarkan efisiensi administrasi dan aksesibilitas yang lebih baik. Namun, proses transisi ini harus dilakukan secara bertahap dan menyeluruh untuk memastikan perlindungan hukum bagi seluruh pihak yang terlibat," ujar Diana.

Sementara itu Praktisi Cyber, Dr. Budi Sulistyo, S.T., M.T. mengatakan, implementasi sertifikat tanah digital membawa tantangan besar di bidang keamanan siber.

Ia mengatakan, sistem digital selalu memiliki risiko keamanan yang signifikan. Ancaman seperti peretasan, pencurian data, dan manipulasi informasi memerlukan perhatian serius. Langkah-langkah seperti penerapan enkripsi data, autentikasi berlapis, dan sistem audit keamanan yang terintegrasi sangat penting untuk memastikan perlindungan data yang optimal.

Budi juga menambahkan, kerja sama antara ATR/BPN dengan lembaga terkait, seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika, sangat penting untuk menghadapi kejahatan siber terorganisasi yang terus berevolusi. Standar keamanan yang diterapkan dalam industri perbankan dan layanan pembayaran dapat menjadi acuan untuk membangun sistem keamanan digital yang tangguh.sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: