Kejagung Minta Masyarakat Tak Khawatir BBM Oplosan karena yang Diusut Minyak pada 2018-2023

Oleh: Bachtiarudin Alam
Rabu, 26 Februari 2025 | 15:20 WIB
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar saat diwawancarai. (BeritaNasional/Bachtiarudin Alam)
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar saat diwawancarai. (BeritaNasional/Bachtiarudin Alam)

BeritaNasional.com - Masyarakat diminta untuk tidak khawatir atas bensin pertamax yang beredar di tanah air sekarang. Tidak ada kaitannya dengan modus kejahatan para tersangka yang mengoplos BBM pertalite dijual dengan harga pertamax.

Demikian hal itu disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar terkait perkembangan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS.

"Minyak itu habis pakai. Jadi, jangan ada pemikiran di masyarakat bahwa seolah-olah bahwa minyak yang sekarang dipakai itu adalah oplosan, itu nggak tepat," kata Harli kepada wartawan pada Rabu (26/2/2025).

Sebab, bensin Pertamax yang sekarang ada bukanlah pertalite oplosan. Sebab, BBM yang diduga oplosan beredar pada 2018-2023 sesuai periode kasus yang saat ini ditangani Jampidsus Kejaksaan Agung.

Karena itu, masyarakat diminta tetap tenang dan jangan salah mengartikan pengungkapan kasus. Sebab, minyak pada periode kasus itu sudah habis dan telah masuk minyak yang baru dan telah dijamin kualitasnya.

"Jadi, sekarang enggak ada masalah, speknya sudah sesuai, karena yang kami selidiki ini adalah 2018-2023 minyak itu barang habis pakai kalau sampai dua tahun. Kan, stoknya itu berputar," katanya.

Perlu diketahui, dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS pada Senin (24/2/2025).

Tujuh tersangka di antaranya Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; hingga anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

Mereka terlibat dalam pengimporan minyak research octane number (RON) 90 atau sejenis pertalite, teatpi diolah sedemikian rupa menjadi RON 92 atau pertamax yang kemudian diedarkan kepada masyarakat pada periode 2018-2023.

Semua minyak itu dipesan oleh RS dengan mengimpor minyak mentah melalui PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga dengan melibatkan DMUT/Broker yang salah satunya adalah perusahaan Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR).

Padahal, saat itu, Pertamina diwajibkan mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor. Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Permen ESDM Nomor 42 Tahun 2018.

Para tersangka telah dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP atas dugaan perbuatan melawan hukum yang telah mengakibatkan kerugian negara Rp 193,7 triliun.

Penjelasan Pertamina

Sebelumnya, PT Pertamina Patra Niaga, sebagai Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) menegaskan bahwa tidak ada praktik pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis pertamax.

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari memastikan kualitas Pertamax telah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pemerintah, yaitu memiliki nilai oktan 92.

"Produk yang masuk ke terminal BBM Pertamina adalah produk jadi dengan spesifikasi sesuai, di mana pertalite memiliki RON 90 dan Pertamax memiliki RON 92. Spesifikasi ini tetap terjaga dari tahap penerimaan di terminal hingga penyaluran ke masyarakat," ujar Heppy dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (26/2/2025).

Ia menjelaskan bahwa di terminal utama BBM hanya dilakukan proses injeksi warna (dyes) untuk membedakan produk agar lebih mudah dikenali oleh masyarakat. Selain itu, ada injeksi aditif guna meningkatkan performa pertamax.

"Jadi, tidak ada pengoplosan atau perubahan RON. Masyarakat tidak perlu khawatir dengan kualitas pertamax," tegasnya.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: