Menko Yusril Jelaskan Mekanisme Hukuman Mati dalam KUHP Baru

BeritaNasional.com - Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menjelaskan mekanisme hukuman mati terhadap terpidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang diterapkan pada 2 Januari 2026.
Menurut dia, proses eksekusi hukuman mati pada KUHP baru tidak bisa langsung dilaksanakan kepada terpidana. Sebab, bakal ada kesempatan selama 10 tahun setiap terpidana bertobat.
"Terpidana mati lebih dahulu harus ditempatkan dalam tahanan selama 10 tahun untuk dievaluasi apakah yang bersangkutan benar-benar sudah taubatan nasuha dalam arti amat menyesali perbuatannya atau tidak," kata Yusril dalam keterangan tertulis pada Rabu (9/4/2025).
Yusril melanjutkan, jika terpidana dalam kurun waktu 10 tahun dinilai sudah bertobat, hukumannya bisa diganti dengan pidana penjara seumur hidup yang berlaku kepada WNI maupun WNA.
"Jika dinilai dia telah tobat, maka hukumannya dapat diubah menjadi hukuman seumur hidup. Ketentuan ini berlaku bagi napi hukuman mati WNI atau WNA. Itu garis besarnya," imbuhnya.
Jadi, Yusril menyampaikan saat ini pemerintah mempersiapkan aturan tersendiri sebagai turunan dari pidana mati yang tertuang dalam KUHP baru tersebut.
"Pelaksanaan hukuman mati dalam KUHP Nasional pelaksanaannya harus diatur dengan undang-undang tersendiri. Pemerintah kini mempersiapkannya," tandasnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung (JA) ST Burhanuddin mengungkapkan masih ada 300 terpidana mati yang belum dieksekusi hingga saat ini.
Ternyata, kendala lamanya proses eksekusi disebabkan mayoritas terpidana warga negara asing (WNA).
"Sekarang kami untuk pelaksanaan hukuman mati sudah hampir 300-an yang hukumnya mati, tapi tidak bisa dilaksanakan," ujar Burhanuddin dalam acara peluncuran buku di Kejati DKJ pada Rabu (5/2/2025).
Burhanuddin menyampaikan, dalam melakukan eksekusi mati, pihaknya harus berkoordinasi dengan negara yang bersangkutan melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI.
Sementara itu, Burhanuddin mengatakan, dalam proses koordinasi itu, banyak pemerintah negara luar yang merasa keberatan jika warganya dieksekusi mati oleh pemerintah Indonesia. Alhasil, sering kali terjadi diplomasi yang panjang.
"Kita pernah beberapa kali bicara waktu itu masih Menteri Luar Negerinya ibu [Retno Marsudi], 'Kami masih berusaha untuk menjadi anggota ini, anggota ini, tolong jangan dulu (dieksekusi), nanti kami diserangnya nanti," tambahnya.
Beberapa terpidana mati yang pada beberapa waktu lalu dicoba oleh sejumlah negara sahabat untuk dapat memulangkannya. Contohnya, kasus yang berkaitan dengan peredaran narkoba.
Selain itu, dia mengungkap persoalan lain eksekusi mati adalah yang berkaitan dengan nasib terpidana mati WNI di negara lain.
"Jadi, memang sangat-sangat saya bilang capek-capek kita udah nuntut hukuman mati, (tapi) tidak bisa dilaksanakan. Itu mungkin problematika kita," tandasnya.
10 bulan yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
PENDIDIKAN | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
PENDIDIKAN | 2 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu