Prabowo Tak Ingin Hukum Mati Koruptor, Begini Penjelasan Menko Yusril

Oleh: Bachtiarudin Alam
Rabu, 09 April 2025 | 11:45 WIB
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra saat diwawancarai. (BeritaNasional/Ahda)
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra saat diwawancarai. (BeritaNasional/Ahda)

BeritaNasional.com - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyebutkan pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai tidak setujunya penerapan hukuman mati bagi koruptor telah sesuai dengan hukum positif di Indonesia.

"Apa yang dikatakan oleh Presiden Prabowo mengenai hukuman mati bagi tindak pidana korupsi itu benar dilihat dari segi hukum positif yang berlaku,” kata Yusril dalam keteranganya yang dikutip pada Rabu (9/4/2025).

Yusril menyebutkan, undang-undang Tipikor memang mencantumkan kemungkinan bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman mati terhadap terdakwa korupsi yang terbukti melakukan kejahatan tersebut 'dalam keadaan tertentu.

"Itu disebut dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 yang saya sendiri ketika itu mewakili presiden membahas RUU tersebut dengan DPR. Dalam keadaan tertentu itu adalah keadaan-keadaan yang luar biasa seperti keadaan perang, krisis ekonomi maupun bencana nasional yang sedang terjadi,” terangnya.

“Meskipun UU telah membuka kemungkinan bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman mati dalam keadaan seperti itu, sampai saat ini belum pernah ada penjatuhan hukuman mati terhadap terdakwa korupsi," sambung Yusril.

Dia menambahkan, meskipun hakim menjatuhkan hukuman mati dan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), masih terbuka ruang bagi presiden memberikan grasi dan amnesti.

"Kalaupun grasi atau amnesti tidak diberikan, kapan eksekusi hukuman mati akan dilaksanakan, hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah, dalam hal ini Kejaksaan Agung. Sekarang memang cukup banyak narapidana mati yang eksekusinya belum dilaksanakan. Ada yang WNI dan ada yang WNA," jelas Menko Yusril.

Karena itu, Yusril menekankan kebijakan Prabowo mencerminkan sikap kenegarawanan yang menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian dan kemanusiaan.

"Itulah maksud Presiden Prabowo. Sebagai presiden, beliau tidak ingin melaksanakan hukuman mati terhadap napi mana saja dan kasus apa saja. Sebab, jika seseorang sudah dieksekusi mati, tidak ada lagi kesempatan kita menghidupkan kembali orang tersebut walaupun hakim sudah menyatakan 99,9 persen orang itu terbukti bersalah,” terangnya.

“Tetapi, tetap tersisa 0,1 persen kemungkinan dia tidak bersalah. Itu maksud Presiden Prabowo. Presiden berbicara bukan sebagai seorang hakim, tetapi sebagai seorang negarawan, sebagai bapak bangsa yang berjiwa besar dan mengedepankan sisi kemanusiaan daripada sisi lainnya," sambung Yusril.

Sebelumnya, Presiden Prabowo mengaku tidak ingin menghukum mati para koruptor. Sebab, apabila ada pilihan lain untuk memberikan efek jera terhadap koruptor, dia lebih memilih melalui mekanisme memiskinkan koruptor.

"Saya pada prinsipnya juga, kalau bisa kita cari efek jera yang tegas, tapi mungkin tidak sampai hukuman mati," tutur Prabowo.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: