Pertemuan Indonesia-China Singgung soal Tarif Trump

Oleh: Dyah Ratna Meta Novia
Selasa, 22 April 2025 | 21:00 WIB
Trump berlakukan tarif AS (Foto/X Donald J Trump)
Trump berlakukan tarif AS (Foto/X Donald J Trump)

BeritaNasional.com - Dalam Pertemuan Tingkat Menteri Pertama (2+2) antara Indonesia dan China dibicarakan soal tarif impor yang dikenakan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

"China adalah negara besar di kawasan dan AS juga negara besar di kawasannya, Indonesia menghormati negara-negara besar di masing-masing kawasan. Seperti disampaikan Presiden Prabowo bahwa banyak orang Indonesia yang berbagi DNA yang sama dengan masyarakat China, jadi China adalah tetangga dekat kami dan kami ingin memperkuat kerja sama bilateral sekaligus menjaga perdamaian," kata Menteri Luar Negeri Sugiono di Wisma Negara Diaoyutai.

Menlu Sugiono menyampaikan hal tersebut dalam 2+2 Pertemuan Tingkat Menteri Pertama China-Indonesia bersama dengan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Luar Negeri China Wang Yi dan Menteri Pertahanan China Dong Jun.

Indonesia, menurut Sugiono saat berfokus pada program nasional seperti ketahanan pangan, ketahanan energi dan hilirisasi industri.

"Sehingga kami harapkan China dan AS dapat melakukan negosiasi dan mencapai kata sepakat sehingga dua kekuatan besar di kawasan ini dapat bermanfaat bagi kita semua," ungkap Sugiono.

Sedangkan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan relasi AS-China yang lebih stabil dinantikan oleh banyak negara.

"Karena kami tahu bahwa pengaruh China dan AS berdampak luas dan kami berharap dua kekuatan besar ini dapat melindungi komunitas global. Indonesia menghormati AS dan China, tapi karena Indonesia berada di benua Asia, maka secara budaya Indonesia dekat dengan China. Namun Indonesia tetap independen dan menjaga prinsip bebas aktif sebagai arah politik luar negeri," kata Sjafrie.

Sementara Menlu Wang Yi terkait tarif mengatakan hanya kurang dari 100 hari sejak Donald Trump menjabat sebagai Presiden AS, kebijakan luar negeri AS menciptakan banyak masalah bagi dunia khususnya karena prinsip "Make America Great Again" (MAGA).

"Mereka menggunakan tekanan maksimal bahkan kepada sekutu-sekutu terdekatnya. Mereka bicara soal tarif timbal balik padahal hal itu sebenarnya bukan timbal balik melainkan alat tekan kepada semua mitra dagang termasuk Indonesia yang dikenai tarif 32 persen. Hal ini tidak sesuai normal internasional dan dan mereka mencoba untuk mendapat manfaat dari kesusahan pihak lain," kata Wang Yi.

Wang Yi juga menyebut ia menyadari bahwa target utama dari kebijakan tarif adalah negaranya.

"Target utama kebijakan tersebut adalah China. Sebelumnya China juga sudah terkena kebijakan tarif karena fentanil dan AS mencoba melakukan banyak cara untuk mencampuri urusan domestik China. Posisi China jelas bahwa kami akan melawan baik, China akan mempertahankan kepentingannya atas tindakan yang AS lakukan, bukan hanya demi China tapi juga untuk negara lain," jelas Wang Yi.

China, kata Wang Yi, selalu terbuka untuk negosiasi dengan AS, tapi harus dengan prinsip saling menghormati dan kesetaraan.

"Posisi China jelas, kami siap bekerja sama dengan Indonesia, baik untuk perdagangan, kerja sama regional dan lainnya. Perdagangan dengan AS hanya 13 persen dari total perdagangan global, jadi kita masih bisa memanfaatkan 87 persen perdagangan, tentu kami terbuka bila AS juga ingin tetap melakukan kerja sama ekonomi," tambah Wang Yi.

Wang Yi pun menegaskan kuncinya ada di AS apakah tetap akan melakukan tindakan uniliteral atau terbuka untuk negosiasi.

Diketahui AS mengenakan tarif hingga 245 persen atas barang-barang China. Rinciannya adalah tarif timbal balik sebesar 125 persen, tarif 20 persen terkait masalah fentanil, dan tarif "Section 301" atas barang-barang tertentu, antara 7,5 hingga 100 persen.

Sedangkan China pada 11 April 2025 sudah mengumumkan penerapan tarif impor sebesar 125 persen untuk barang-barang AS.

Sedangkan untuk Indonesia, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut produk-produk Indonesia kena tarif hingga 47 persen atau lebih mahal dibanding dengan yang dikenakan ke negara pesaing lainnya, di ASEAN.

Sumber: Antarasinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: