Kejagung Soroti Pentingnya Wartawan Paham KUHP Baru

Oleh: Panji Septo R
Senin, 30 Juni 2025 | 12:05 WIB
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat Coaching Clinic, Memahami Delik Pers dalam KUHP Baru. (BeritaNasional/Panji)
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat Coaching Clinic, Memahami Delik Pers dalam KUHP Baru. (BeritaNasional/Panji)

BeritaNasional.com -  Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa perubahan signifikan dalam landscape pers di Indonesia. 

Hal itu diungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar dalam Coaching Clinic, Memahami Delik Pers dalam KUHP Baru.

"Di satu sisi kebebasan pers adalah pilar demokrasi yang tak tergantikan, namun di sisi lain kebebasan tersebut harus diiringi tanggung jawab dan profesionalisme," ujar Harli di Jakarta, Senin (30/6/2025).

Dalam diskusi itu ia mengatakan delik pers dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang mulai berlaku efektif 2 Januari 2026 harus dipahami para pewarta.

Ia mengatakan KUHP lama merupakan warisan kolonial dan tidak secara spesifik mengatur delik-delik yang berkaitan dengan aktivitas jurnalistik modern. 

"Hal ini seringkali menimbulkan interpretasi yang beragam dan berpotensi tumpang tinggi dengan undang-undang sektoral lainnya seperti undang-undang pers yang ada," tuturnya.

KUHP baru berusaha mengakomodasi dinamika sosial dan teknologi saat ini termasuk berbagai aspek yang berkaitan dengan pers.

"Tujuannya adalah bagaimana menciptakan kepastian hukum dan memberikan rambu-rambu yang jelas bagi para pelaku pers," kata dia.

Meski tidak secara spesifik memiliki pasal khusus terkait dengan delik pers, namun Hari mengatakan ada beberapa pasal yang berpotensi relevan pada aktivitas jurnalistik. 

"Di antaranya berkait dengan pencemaran nama baik dan fitnah, KUHP baru masih mengatur kalau kita lihat di dalam pasal 310 dan fitnah dalam pasar 311," ucapnya.

Meski demikian, dia berharap penerapannya terhadap produk jurnalistik harus mempertimbangkan kaedah-kaedah jurnalistik dan prinsip praduga tak bersalah.

"Yang kedua terkait Pasal 263 dan 264 KUHP baru mengatur tentang penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan kekonaran di masyarakat," tuturnya.

Menurutnya, hal itu bisa menjadi perhatian serius bagi pers untuk selalu memastikan akurasi dan klarifikasi informasi yang diperoleh saat peliputan. 

"Yang ketiga terkait dengan penyebaran berita atau pemberitahuan bohong tentang harga barang. Jadi bukan hanya tentang manusia, tentang harga barang pun dibahas"

Dia menilai peran pers ke depan bukan hanya tentang subjek karena dalam pasal 265 KUHP baru mengkriminalisasi penyebaran berita bohong yang memengaruhi harga barang atau kurs mata uang juga diatur.

"Jadi barangkali kalau ada provokasi di situ dari peran jurnalis, nah ini harus perlu diantisipasi sejak sekarang," tukasnya.

 sinpo

Editor: Sri Utami Setia Ningrum
Komentar: