Komnas Perempuan Minta Revisi KUHAP Berkeadilan bagi Perempuan dan Kelompok Rentan

BeritaNasional.com - Komnas Perempuan mengusulkan sejumlah perubahan dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) agar berkeadilan terhadap perempuan.
Pertama, terkait tambahan substansi tentang upaya paksa. Komnas Perempuan mengusulkan penyidik memperhatikan kondisi khusus perempuan yang berhadapan dengan hukum.
"Selanjutnya dalam melakukan upaya paksa terhadap perempuan berhadapan dengan hukum, penyidik wajib memperhatikan kondisi khusus perempuan berhadapan dengan hukum. Hal ini menjadi penting untuk menjadi perhatian," ujar Komisioner Komnas Perempuan Sri Agustini saat rapat dengar pendapat umum dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/7/2025).
Kemudian tentang hak-hak tersangka, terdakwa, saksi, korban dari penyandang disabilitas, perempuan dan lanjut usia perlu ada tambahan substansi.
Seperti pada Pasal 135 agar disediakan penerjemah, juru bahasa atau juru bahasa isyarat.
"Untuk disabilitas yang mengakses rehabilitasi fisik, psikis dan siko sosial. Terus juga mendapatkan perlindungan sementara dari ancaman atau kekerasan," jelas Sri.
Kemudian, pemeriksaan terhadap saksi yang merupakan kelompok rentan dilakukan di ruang pelayanan khusus atau sesuai kebutuhan dan kekhususannya.
Selanjutnya, Pasal 135 terkait pendampingan, perempuan berhadapan hukum harus didampingi kuasa hukum atau advokat.
"Pasal 110 ini juga terkait penggeledahan maka terkait perempuan berhadapan hukum, petugas yang melakukan penggeledahan terhadap tubuh khususnya adalah petugas perempuan yang menghormati integritas tubuh," jelas Sri.
Tentang pemeriksaan dalam persidangan pada Pasal 202, diusulkan larangan membuat pernyataan yang bersifat stereotipe gender atau menstigma secara gender oleh hakim, saksi, dan ahli kepada terdakwa.
"Ini mengacu pada peraturan MA nomor 3 tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum," jelas Sri.
Selanjutnya pada Pasal 222 ayat 6 diusulkan substansi tambahan tentang alat bukti yang diperoleh tidak sah harus dikesampingkan dan tidak dapat digunakan sebagai dasar menjatuhkan pidana.
"Ini berbasis kepada pengalaman pendampingan dalam proses penyelidikan atau penyidikan di mana sering kali bukti yang tidak sah tetapi tetap dikonstruksikan menjadi suatu tindak pidana," jelas Sri.
Komnas Perempuan berharap KUHAP yang baru berkeadilan bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum. Karena pemenuhan hak perempuan dalam sistem hukum sangat dipengaruhi stereotipe gender yang berakar pada diskriminasi terhadap perempuan.
"Sebagai penutup Komnas perempuan berharap bahwa RKUHAP ini menjadi RKUHAP yang berkeadilan bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum. Mengingat pemenuhan hak-hak perempuan dalam sistem hukum sgt dipengaruhi stereotipe gender yg berakar pd nilai diskriminasi terhadap perempuan," ujar Sri.
"Dan perempuan berhadapan dengan hukum baik sbg saksi korban maupun sebagai tersangka atau terdakwa masih sering kali mendapat perlakuan berbeda dengan laki-laki di dalam proses hukum karena identitasnya sebagai perempuan," jelasnya.
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 11 jam yang lalu
GAYA HIDUP | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 jam yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 7 jam yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu