Komisi II DPR Soroti Putusan MK yang Wajibkan Pemerintah Bentuk Lembaga Independen ASN

BeritaNasional.com - Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Irawan menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pembentukan lembaga independen pengawas aparatur sipil negara (ASN), seolah mendikte kebijakan Presiden Prabowo Subianto.
"Pendapat saya terhadap putusan MK tersebut, bahwa MK kesannya sedang 'mendikte' Presiden. Kepada siapa kewenangan konstitusional yang dimiliki oleh Presiden, untuk didelegasikan atau lembaga apa yang harus dibentuk untuk menjalankan pemerintahan," ujar Irawan dikutip dalam keterangannya Sabtu (18/10/2025).
Putusan tersebut dinilai tidak tepat karena menjadi salah satu bentuk abusive judicial review yang dilakukan MK. Irawan mengingatkan bahwa presiden memegang kekuasaan pemerintahan sebagaimana dimaksud dan diatur Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 merupakan suatu kewenangan atributif langsung dari konstitusi.
"Jadi bagi DPR, sejak awal memahami bahwa mandat atau delegasi kewenangan Presiden mau diletakkan di BKN dan/atau Kemenpan RB atau membentuk/menghapuskan lembaga pengawas seperti komisi aparatur merupakan otoritas dan kewenangan penuh Presiden," ujarnya.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, dan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait ditiadakannya Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). MK memerintahkan pemerintah membuat lembaga independen untuk mengawasi ASN setelah KASN tidak ada.
Dalam sidang pengucapan putusan pada Kamis (16/10), Ketua MK Suhartoyo mengatakan lembaga independen harus segera dibentuk. MK pun memberikan batas waktu maksimal 2 tahun dalam membentuk lembaga tersebut.
Terkait hal ini, Irawan menekankan bahwa politik konstitusional bergantung pada Presiden dan DPR RI. Apalagi, membentuk lembaga negara baru yang sifatnya pelengkap (state auxiliry organ) tentu merupakan kebijakan hukum terbuka yang harus mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR.
"Logika konstitusional yang dibangun MK bahwa pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan dan pengawas kebijakan harus diemban oleh lembaga yang berbeda akan membuat penataan kelembagaan negara kita menjadi problematik," jelas Irawan.
"Padahal penghapusan atau perampingan lembaga merupakan langkah yang wajar, terutama jika dimaksudkan untuk efisiensi dan peningkatan kinerja," sambungnya.
Irawan menyebut bahwa sebelumnya lembaga independen pengawas ASN yang bernama Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) telah dibubarkan pada 26 September 2023 melalui revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, lantaran dianggap tidak bekerja secara efektif.
Sejak KASN dibubarkan, fungsi pengawasan merit sistem terhadap manajemen ASN diserahkan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atau Kemenpan RB, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai pelaksana.
Karenanya, Irawan mengatakan DPR akan mendalami dasar keputusan MK, apalagi pengawasan ASN telah dilebur ke dalam tugas lembaga lain. Ia pun menyinggung soal pengawasan terhadap aparatur sipil negara secara internal menjadi kewenangan inspektorat masing-masing lembaga pemerintah.
"Sebenarnya lembaga yang mengurusi ASN ini kan sudah banyak. Tetapi di luar inspektorat itu sebenarnya pejabat atasan juga sudah mengawasi ASN," ucap Irawan.
Sementara menyoal putusan Perkara Nomor 121/PUU-XXII/2024 yang menyebut MK mengamanatkan pemerintah untuk membentuk lembaga pengawas ASN dalam waktu dua tahun ke depan tersebut, Irawan mengaku belum dapat membocorkan peluang pembentukan lembaga tersebut dalam revisi UU ASN. Di mana seharusnya, revisi UU ASN mulai bergulir di Komisi II DPR pada masa sidang 2025 ini.
Sebab menurut Irawan, DPR bisa memiliki pertimbangan berbeda kendati MK memandang lembaga pengawas ASN perlu dibentuk. Untuk itu, ia menekankan bahwa perintah MK untuk membentuk kembali lembaga pengawas ASN perlu dicermati lebih jauh oleh DPR dan pemerintah.
"Bagi MK itu kan dilihat sebagai satu kebutuhan konstitusional. Tetapi kan sebenarnya dari sisi pembentuk Undang-Undang sebenarnya menganggap lembaga seperti KSN sudah tidak dibutuhkan lagi makanya kemudian dihapus," pungkasnya.
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
EKBIS | 12 jam yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 19 jam yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 1 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 1 hari yang lalu