KPK: Pemanggilan Mantan Menaker Tergantung Alat Bukti Kasus Pemerasan TKA

Oleh: Panji Septo R
Kamis, 30 Oktober 2025 | 12:30 WIB
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo. (BeritaNasional/Panji Septo)
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo. (BeritaNasional/Panji Septo)

BeritaNasional.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pemanggilan mantan menteri ketenagakerjaan (menaker) dalam kasus dugaan pemerasan tenaga kerja asing (TKA) tergantung alat bukti.

Mantan menteri yang dimaksud dalam perkara ini adalah Ida Fauziyah dan Hanif Dhakiri karena kasus tersebut terjadi di era keduanya.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan penetapan tersangka terhadap seseorang selalu didasarkan pada kecukupan alat bukti yang ditemukan selama proses penyidikan.

"Nanti dari bukti, fakta dan petunjuk yang ditemukan penyidik kita akan terus telusuri kepada siapa saja yang memang punya peran,” ujar Budi di Gedung Merah Putih dikutip Kamis (30/10/2025).

“Ataupun mendapatkan aliran dari dugaan tindak pidana korupsi ini. Sehingga jelas perbuatan melawan hukumnya seperti apa," imbuhnya.

Sebelumnya, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK pernah membuka peluang memanggil Hanif Dhakiri dan Ida Fauziah dalam kasus tersebut.

“Ya nanti ditunggu saja. Kita akan melihat dari keterangan yang kita kumpulkan, apakah ada aliran dana ke masing-masing orang di sana, termasuk juga ke pucuk pimpinannya,” ujar Asep.

Asep menegaskan, pemanggilan terhadap pejabat tinggi Kemenaker, termasuk mantan menteri, akan dilakukan jika ditemukan indikasi keterlibatan berdasarkan keterangan saksi maupun alat bukti lain.

“Kita akan memanggil yang bersangkutan berdasarkan keterangan para saksi, juga dari bukti-bukti yang ada,” kata dia.

“Dari hasil penggeledahan, ada dokumen dan bukti elektronik yang masih kami telaah di laboratorium forensik,” imbuhnya.

Menurut Asep, KPK juga menelusuri aliran uang hasil dugaan korupsi untuk mengetahui siapa saja pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung.

“Dari keterangan saksi awal, ada informasi tentang aliran dana ke beberapa pihak. Maka kami panggil pihak-pihak tersebut,” tutur Asep.

Dalam perkara ini, KPK telah menahan delapan tersangka. Mereka diduga menerima aliran dana dengan rincian sebagai berikut:

1. Haryanto (HYT) – Staf Ahli Menaker bidang Hubungan Internasional sekaligus eks Dirjen Binapenta dan PKK: Rp18 miliar

2. Suhartono – Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2020–2023: sekitar Rp460 juta

3. Wisnu Pramono – Direktur PPTKA Kemnaker 2017–2019: sekitar Rp580 juta

4. Devi Anggraeni – Direktur PPTKA Kemnaker 2024–2025: sekitar Rp2,3 miliar

5. Gatot Widiartono – Koordinator Analisis dan PPTKA Kemnaker 2021–2025: sekitar Rp6,3 miliar

6. Putri Citra Wahyoe – Petugas Saluran Siaga RPTKA 2019–2024 dan verifikator pengesahan RPTKA 2024–2025: sekitar Rp13,9 miliar

7. Jamal Shodiqin – Analis TU Direktorat PPTKA 2019–2024 dan Pengantar Kerja Ahli Pertama 2024–2025: sekitar Rp1,8 miliar

8. Alfa Eshad – Pengantar Kerja Ahli Kemnaker 2018–2025: sekitar Rp1,1 miliar

KPK menjerat para tersangka dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Lembaga antirasuah itu mengidentifikasi total penerimaan dana oleh para tersangka mencapai Rp53,7 miliar, yang berasal dari para agen perusahaan pengurusan TKA yang hendak bekerja di Indonesia.sinpo

Editor: Harits Tryan
Komentar: