Ongkos Politik Mahal Berpotensi Dorong Korupsi

Oleh: Dyah Ratna Meta Novia
Rabu, 27 Maret 2024 | 10:36 WIB
Seminar soal korupsi (Foto/KPK)
Seminar soal korupsi (Foto/KPK)

Indonesiaglobe.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyatakan bahwa warisan terbaik dari pemerintah bagi bangsa bukanlah inflasi politik, namun budaya antikorupsi, guna melahirkan pemimpin serta aparatur negara yang jujur, adil, dan berdaya guna di masa mendatang.

“Tantangan terbesar di masa kini adalah korupsi. Kalau kita kemudian hanya berpangku tangan dan memperkaya diri selama masa jabatan, maka yang Anda wariskan pada anak-cucu Anda, hanyalah inflasi politik,” kata Ghufron dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI) di Hotel Merylin Park, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2024).

Seminar Nasional yang diikuti puluhan Anggota DPRD Kota yang akan segera purna tugas pada Oktober 2024 mendatang ini mengangkat tema ‘Menakar Upaya Pencegahan Korupsi dan Kebijakan Pelayanan Publik DPRD’. Dalam kesempatan itu Ghufron menuturkan inflasi politik ini bisa diartikan sebagai inflasi yang melonjak tajam yang akan mengancam stabilitas politik suatu negara, termasuk ongkos politik yang kian mahal di masa depan.

Hal inilah yang akhirnya menjadi salah satu pemicu penyelenggara negara melakukan tindakan koruptif yang merugikan bangsa dan negara. Lanjut Ghufron, ongkos politik yang mahal bisa menutup kesempatan bagi calon pemimpin yang memiliki gagasan bagus untuk berkontribusi dalam lingkup pemerintah, namun tidak memiliki ‘ongkos’ yang sepadan. 

“Korupsi di kalangan Anggota DPRD masih menjadi permasalahan serius, mulai suap, penyalahgunaan wewenang, hingga gratifikasi. Sejarah membuktikan bahwa salah satu yang menjadi pasien terbanyak KPK salah satunya anggota dewan, seperti dari Sumatera Utara, Malang, dan beberapa tempat lain yang tidak perlu saya sebut,” kata Ghufron. 

Sejak 2004-2023, KPK mencatat kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR/DPRD masuk dalam tiga terbesar tindak pidana korupsi berdasarkan profesi/jabatan dengan jumlah 344 kasus. Hal ini menegaskan kalangan anggota DPRD masih rawan terjerat modus operandi korupsi.

Untuk itu, Ghufron mendorong para anggota untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam mencegah korupsi di kalangan anggota DPRD melalui beberapa strategi. Antara lain, membuat regulasi yang membangun jiwa dan mental melayani, bukan memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi/golongan; evaluasi dan buka sistem pelayanan pasti, transparansi, akuntable, dan partisipatif; sistem reward – punishment bagi pelayanan; serta undang dan apresiasi peran serta masyarakat. 

“Jangan anggap KPK sebagai musuh, kita bisa bekerja sama membangun negeri lewat kolaborasi,” tegasnya. 

Pada kesempatan yang sama, Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng, juga turut mengingatkan agar pemerintah daerah (pemda) mulai bebenah, khususnya pada unit pelayanan publik yang belakangan kurang dianggap penting oleh pemda.

“Unit pengaduan dan pelayanan itu sangat penting, karena merupakan pintu masuk untuk tahu apa yang terjadi di masyarakat. Maka, saya minta sama pemda, tempatkan orang terbaik Anda pada unit pelayanan dan pengaduan,” jelas Jaweng.

Pasalnya, Jaweng menegaskan pelayanan publik bisa menjadi ‘wajah’ suatu pemerintah daerah. Jika pelayanan yang diberikan prima, maka pemda akan dinilai baik oleh masyarakat.sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: