USAID Peringatkan Bahaya Suhu Panas Ekstrem

Oleh: Dyah Ratna Meta Novia
Jumat, 29 Maret 2024 | 20:00 WIB
Suhu panas ekstrem berbahaya (Foto/JF Maion)
Suhu panas ekstrem berbahaya (Foto/JF Maion)

Indonesiaglobe.id - Kini cuaca panas ekstrem jadi salah satu hal yang paling mematikan terkait perubahan iklim. Namun sayangnya masalah cuaca panas ekstrem belum mendapatkan cukup perhatian.

Dikutip dari VOA, tahun 2023 adalah yang tahun menurut catatan sejarah, dengan suhu yang naik berdampak khususnya terhadap populasi paling rentan, mencakup orang berusia lanjut, pekerja di luar ruangan dan mereka yang tidak memiliki akses terhadap sistem pendingin seperti penyejuk udara.

Organisasi Palang Merah dan Lembaga Amerika Serikat untuk Pembangunan Internasional (USAID) mengatakan, umat manusia perlu waspada terhadap “pembunuh tidak terlihat” dari suhu panas ekstrem dalam sebuah KTT daring.

“Kami mengajak pemerintah, masyarakat sipil, anak muda dan semua pemangku kepentingan untuk mengambil langkah nyata di seluruh dunia untuk membantu persiapan negara-negara dan komunitas menghadapi cuaca panas ekstrem,” kata Jagan Chapagain, Sekretais Jenderal Federasi Palang Merah Internasional dan Masyarakat Bulan Sabit Merah.

Kepala USAID Samantha Power memperingatkan, AS suhu panas sudah lebih mematikan dibanding kombinasi badai, banjir dan tornado.

“Kami mengajak kepada lembaga pembangunan, lembaga amal dan donor lain untuk memahami ancaman yang dimiliki cuaca panas ekstrem terhadap kemanusiaan, dan menempatkan sumber daya yang ada untuk membantu para komunitas menghadapi ancaman itu,” kata dia.

Dampak perubahan iklim tidak terbatas kepada wilayah-wilayah yang sudah bersuhu panas saat ini seperti Timur Tengah. Di Eropa, benua yang mengalami kenaikan suhu paling cepat di dunia, lebih dari 60.000 orang diperkirakan tewas akibat gelombang panas pada 2022. Hal ini diungkapkan oleh utusan AS untuk bidang iklim, John Podesta.

“Informasi dan layanan iklim, termasuk peringatan dini bisa menyelamatkan nyawa dan harta benda,” tambah dia.

“Tetapi sepertiga populasi dunia tidak memiliki akses terhadap informasi yang bisa menyelamatkan nyawa ini,” katanya.

Upaya lain termasuk yang dilakukan di Freetown, ibu kota Sierra Leone, di mana hampir satu juta pohon telah ditanam sejak 2020.sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: