Tekan Angka Kematian Ibadah Haji 2024, Kemenkes Terapkan Implementasi Ramah Lansia

Oleh: Lydia Fransisca
Sabtu, 18 Mei 2024 | 21:00 WIB
Suasana ibadah haji (Foto/Pixabay)
Suasana ibadah haji (Foto/Pixabay)

BeritaNasional.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kembali menerapkan program implementasi ramah lansia pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.

Hal ini dilakukan untuk mendukung kesehatan jamaah haji lansia guna menekan angka kematian saat penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. 

Pasalnya pada 2023, jumlah jamaah haji Indonesia yang meninggal mencapai 774 orang dengan mayoritas kelompok usia lansia.

Pada program yang sudah dijalankan sejak 2023 ini, para petugas yang sudah dinyatakan lulus meskipun belum berangkat akan dilibatkan dalam kegiatan manasik haji. 

Di manasik sebelum keberangkatan, terdapat kegiatan pengukuran kebugaran untuk jamaah haji. Selama manasik, kesehatan jemaah haji dimonitor untuk memastikan jemaah sudah benar-benar sehat secara fisik dan mental saat berangkat.

“Itu bentuk dari implementasi ramah lansia. Dengan kami libatkan para petugas, baik Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) maupun Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) yang bertugas di dalam kegiatan manasik, para petugas akan lebih dini kenal kepada jemaah yang akan berangkat,” jelas Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes Liliek Marhaendro Susilo dalam keterangan resminya, Sabtu (18/5/2024).

Liliek berujar, sebelumnya jamaah haji bersama petugas kesehatan pendamping bertemu di embarkasi sehingga terasa masih asing. Akibatnya, ketika di pesawat, jemaah menjadi agak sungkan. 

Padahal, sebagian besar jamaah adalah mereka yang belum pernah naik pesawat, jarang bepergian naik pesawat dan tidak selama waktunya perjalanan ke Jeddah, yang membutuhkan waktu 10 jam.

“Karena itu, seringkali timbul masalah-masalah kesehatan berkaitan dengan hal-hal yang sebenarnya merupakan siklus rutin. Misalnya, buang air kecil, bagaimana menggunakan toilet, mereka sungkan bertanya. Ini yang kita mesti edukasi kepada jemaah supaya selama di pesawat tetap makan dan minum,” ucap Liliek.

“Minumnya, jangan sampai kurang. Kalau ingin ke toilet tetap saja ke belakang. Nah, kalau kita sudah kenal lebih dulu, yang kami harapkan, jemaah tidak sungkan, tidak malu lagi bertanya dan kami minta tenaga kesehatan proaktif memberikan penjelasan. Bagaimana cara menggunakan fasilitas pesawat dan sebagainya," tambahnya.

Pemantauan kesehatan jemaah juga dilakukan secara ketat di kloter, terutama bagi mereka yang masuk kategori risiko tinggi kesehatan. Kategori risiko tinggi kesehatan berdasarkan jamaah lansia dan punya komorbid, serta jamaah belum lansia tetapi punya riwayat penyakit.

“Kami kelompokkan, 30 orang teratas itu masuk kategori jemaah prioritas yang mesti di monitor kesehatannya secara rutin, minimal dua hari sekali untuk ditensimeter. Kemudian, dilihat saturasi oksigen juga dilihat denyut jantungnya seperti apa,” kata Liliek.

“Semakin ke sini memang jemaah kita yang risiko tinggi jumlahnya bukan menurun, tapi meningkat karena antreannya panjang. Yang sudah mendapatkan porsi untuk berangkat haji sekitar 5,4 juta orang, sedangkan kuota yang berangkat setiap tahun, kuota normal kita sebanyak 221.000. Sekarang kuota kita 241.000. Kalau kita bagi antara 5,4 juta dengan kuota normal 221.000, rata-rata secara nasional, antrean orang pergi haji sejak mendaftar sampai berangkat itu 24 tahun," tandasnya.sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: