KPK Geledah Rumah Dinas Mendes Gus Halim, Terkait Kasus Apa?

Oleh: Tim Redaksi
Rabu, 11 September 2024 | 18:09 WIB
Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar (Foto: Dokumentasi Humas Setkab)
Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar (Foto: Dokumentasi Humas Setkab)

BeritaNasional.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah dinas Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar di Jakarta Selatan, pada Jumat (6/9/2024)

"Penyidik KPK melakukan kegiatan penggeledahan terhadap salah satu rumah dinas penyelenggara negara berinisial AHI di wilayah Jakarta Selatan," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan, Selasa (10/9/2024).

Tessa berkata  KPK sudah menyita beberapa barang bukti berupa uang tunai dalam penggeledahan tersebut.

"Dari penggeledahan tersebut, penyidik melakukan penyitaan berupa uang tunai dan barang bukti elektronik," kata dia.

Sebelum penggeledahan, Abdul Halim sempat diperiksa KPK pada Kamis (22/8/2024). Ia mengaku sudah memberikan informasi yang dibutuhkan kepada lembaga antirasuah.

"Semua sudah saya jelaskan, clear, sudah, terserah pihak penyidik. Jadi semua sudah saya sampaikan, pertanyaan saya jawab lengkap, tidak ada satu pun yang terlewat," ujar Halim.

Lalu Abdul Halim terseret kasus apa?

Menurut Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika, penggeledahan terhadap rumah dinas Abdul Halim alias Gus Halim ini berkaitan dengan penyidikan kasus dana hibah Pemprov Jawa Timur Anggaran 2019-2022.

Kasus ini bermula pada tahun 2022, KPK melakukan OTT  terkait suap dalam pengelolaan dana hibah Provinsi Jawa Timur.

Dilansir dari laman resmi KPK, dalam tangkap tangan pada 14 Desember 2022 di wilayah Jawa Timur ini, KPK mengamankan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur 2019-2024 Sahat Tua P Simanjuntak, staf ahli Rusdi, Kepala Desa Jelgung Kabupaten Sampang sekaligus koordinator pokmas Abdul Hamid, dan koordinator lapangan pokmas Ilham Wahyudi alias Eeng.

Sampang sekaligus selaku koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas); dan IW alias Eeng selaku koordinator lapangan Pokmas. Selain itu, KPK juga mengamankan uang tunai dalam bentuk pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing berupa SGD dan USD dengan jumlah sekitar Rp1 Miliar.

Perkara ini bermula dari penyaluran dana hibah APBD Prov. Jawa Timur TA 2020 dan 2021, yang distribusinya antara lain melalui Pokmas. Diketahui pengusulan dana hibah ini merupakan penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD diantaranya Tersangka STPS.

Tersangka STPS diduga menawarkan diri membantu pengusulannya dengan kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka (ijon). Selanjutnya STPS dan AH bersepakat setelah adanya pembayaran komitmen fee, yakni STPS juga mendapat 20% dan AH 10% dari nilai penyaluran dana hibah. Dimana pada tahun 2021 dan 2022 masing-masing disalurkan Rp40 Miliar.

Agar alokasi dana hibah tahun 2023 dan 2024 bisa kembali diperoleh Pokmas, AH menghubungi STPS dan bersepakat menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon Rp2 Miliar. Penyerahan dilakukan melalui IW dan RS. Diduga dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas, STPS telah menerima uang sekitar Rp5 Miliar.

 

Atas perbuatan tersebut, AH dan IW sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan STPS dan RS sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Bantah Terlibat

Sementara, Abdul Halim sempat diperiksa KPK pada Kamis (22/8/2024). Ia mengaku sudah memberikan informasi yang dibutuhkan kepada lembaga antirasuah.

"Semua sudah saya jelaskan, clear, sudah, terserah pihak penyidik. Jadi semua sudah saya sampaikan, pertanyaan saya jawab lengkap, tidak ada satu pun yang terlewat," ujar Halim.

Ia mengaku menjadi saksi dalam kapasitasnya sebagai mantan Ketua DPRD Jatim 2014-2019. Akan tetapi, ia mengaku tak menerima dana pokok pikiran (pokir) anggota DPRD.

"Ya (diperiksa dengan kapasitas) pokoknya waktu urusan Jawa Timur-lah, ya. Kan bisa waktu Ketua DPRD, bisa setelahnya, macam-macam. Nggak, nggak pernah (terima dana pokir)," tuturnya.

 sinpo

Editor: Harits Tryan Akhmad
Komentar: