Respons Kejagung soal Denda Damai untuk Pengampunan bagi Koruptor

Oleh: Bachtiarudin Alam
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:30 WIB
Ilustrasi koruptor (Foto/Pixabay)
Ilustrasi koruptor (Foto/Pixabay)

BeritaNasional.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI angkat bicara perihal opsi pengampunan bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, melalui denda damai. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Kejaksaan yang baru.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar membenarkan jika opsi denda damai bagi pelaku tindak pidana memang tertuang dalam pasal 35 (1) huruf k UU no. 11 tahun 2021 tentang Kejaksaan RI.

“Menyatakan Jaksa Agung mempunyai tugas dan kewenangan menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara dan dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi berdasarkan peraturan per-UU-an,” jelas Harli saat dihubungi, Rabu (25/12/2024).

Namun demikian, Harli menjelaskan penyelesaian secara denda damai yang dimaksud dalam pasal di atas adalah untuk UU sektoral yang merugikan perekonomian negara dan termasuk dalam tindak pidana ekonomi.

“Semisal, tindak pidana Kepabeanan, cukai, dan lain-lain. ⁠Sedangkan penyelesaian Tipikor mengacu pada UU Tipikor, Pasal 2, 3 dan seterusnya,” kata Harli.

Kendati demikian, Harli meluruskan dari aspek teknis yuridis, tindak pidana korupsi (tipikor) tidak termasuk yang dapat diterapkan denda damai dimaksud Pasal 35 (1) huruf k. Karena tidak termasuk dalam ⁠pengertian Tindak Pidana Ekonomi tersurat dalam Pasal 1 UU No. 7 Drt 1955.

“Kecuali ada definisi yang memasukkan korupsi sebagai tindak pidana ekonomi. ⁠Denda damai adalah penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui oleh Jaksa Agung terhadap perkara tindak pidana ekonomi,” jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyebutkan pengampunan bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, bisa diberikan melalui denda damai. Jadi, pengampunan tidak hanya diberikan oleh presiden.

Menurut dia, kewenangan denda damai itu dimiliki oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagaimana Undang-undang tentang Kejaksaan yang baru dan bisa memungkinkan denda damai dijalankan.

“Tanpa lewat presiden pun memungkinkan (memberi pengampunan kepada koruptor). Karena undang-undang kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu,” kata Supratman dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (24/12/2024).

Adapun dimaksud dengan denda damai adalah penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui oleh Jaksa Agung. Denda damai dapat digunakan untuk menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara.

Menkum mengatakan implementasi denda damai masih menunggu peraturan turunan dari Undang-Undang tentang Kejaksaan. Pemerintah dan DPR telah sepakat bahwa peraturan turunannya dalam bentuk peraturan Jaksa Agung.

“Peraturan turunannya yang belum. Kami sepakat antara pemerintah dan DPR, itu cukup peraturan Jaksa Agung,” lanjutnya.

Supratman menjelaskan sekalipun peraturan perundang-undangan memungkinkan pengampunan kepada koruptor. Namun, presiden pastinya bersikap sangat selektif dan berupaya memberikan hukuman yang maksimal kepada para penyebab kerugian negara tersebut. 

Dalam menangani kasus korupsi, pemerintah menaruh perhatian kepada aspek pemulihan aset. Alhasil, penanganan koruptor tidak hanya pemberian hukuman, tetapi juga mengupayakan agar pemulihan aset bisa berjalan.

“Yang paling penting bagi pemerintah dan rakyat Indonesia adalah bagaimana asset recovery (pemulihan aset) itu bisa berjalan. Kemudian, kalau asset recovery-nya bisa baik, pengembalian kerugian negara itu bisa maksimal, dibandingkan dari sekadar menghukum,” ucap Menkum.

Dalam kesempatan ini, Supratman kembali menegaskan pemberian pengampunan kepada pelaku tindak pidana adalah hak konstitusional presiden yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Namun, dia mengingatkan, bukan berarti presiden akan membiarkan pelaku tindak pidana korupsi bisa terbebas. Karena itu, pemerintah tengah menunggu arahan Presiden Prabowo untuk implementasinya.

“Bukan berarti dalam rangka untuk membiarkan pelaku tindak pidana korupsi bisa terbebas. Sama sekali tidak. Kami akan tunggu arahan Bapak Presiden nanti selanjutnya. Kami belum mendapat arahan nih, nanti implementasinya seperti apa,” tambahnya.sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: