Kebaya dan Batik: Jejak Tionghoa yang Terlupakan

BeritaNasional.com - Ketika melihat kebaya dan kain batik, jarang terlintas dalam benak kita tentang etnis Tionghoa. Mungkin yang muncul adalah gambaran cheongsam merah dengan kancing dan kerah khas Shanghai. Padahal, jauh di masa kolonial, banyak perempuan Tionghoa justru mengenakan kebaya dengan penuh kebanggaan.
Perwakilan dari Peranakan Story Randy mengatakan, perempuan Tionghoa suka memakai kebaya berawal dari pernikahan campur antara pendatang dari Negeri Tirai Bambu dengan perempuan lokal. Keturunan mereka, setelah beberapa generasi, tumbuh dengan afiliasi budaya yang kuat terhadap tanah kelahiran mereka, mengikuti preferensi dari garis ibu, termasuk dalam hal berpakaian.
"Merekalah yang akan menjadi cikal-bakal kaum Peranakan Tionghoa di Indonesia," ujar Randy.
Meskipun pada masa itu ada banyak pilihan pakaian, perempuan Peranakan justru memilih kebaya dan batik sebagai identitas mereka. Dari Semarang hingga Surabaya, dari Batavia hingga Bangka, preferensi ini tidak hanya terjadi di satu daerah, tetapi menyebar ke seluruh Nusantara. Seolah mereka memiliki satu hati dan satu rasa.
"Kebaya dan batik menjadi simbol penyatuan dua budaya, menciptakan identitas unik yang membedakan mereka dari kelompok lain. Namun, seiring berjalannya waktu, tren fashion pun berubah," terang Randy.
Dari baju panjang hingga kebaya modern, pakaian tradisional ini perlahan ditinggalkan oleh generasi muda. Identitas Peranakan mulai tergantikan oleh cheongsam dan pakaian ala Eropa yang dianggap lebih modern, menjauhkan mereka dari jejak budaya yang pernah melekat erat dalam keseharian nenek moyang mereka.
"Kebaya, yang pernah menjadi kebanggaan, mulai terlupakan. Namun, di tengah arus globalisasi, ada upaya untuk mengembalikan memori tentang kebaya yang bersejarah ini," kata Randy.
Peranakan Story, sebuah grup content creator yang fokus pada kebudayaan Tionghoa di Indonesia, berusaha menghidupkan kembali warisan ini. Melalui Kongkow Capgomeh Peranakan Story 2025 Sehari Menjadi Babah & Nyonya Indonesia mereka mengajak kita untuk mengenang dan melestarikan kebaya, bukan hanya sebagai pakaian tradisional, tetapi juga sebagai bagian dari sejarah yang kaya.
"Peranakan ataupun bukan, kebaya dan kain batik tetap layak untuk dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang, sebagai salah satu bentuk cinta tanah air dan pelestarian budaya," pungkasnya.
8 bulan yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
TEKNOLOGI | 8 jam yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu