Kejari Jakpus Tunggu Hitungan BPK soal Kerugian Korupsi Pengadaan PDNS

BeritaNasional.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat masih menunggu hasil hitungan BPK (Badan Pengawas Keuangan) terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa pengelolaan pada Pusat Data Nasional (PDNS).
Diketahui kalau korupsi itu diperkirakan merugikan negara mencapai Rp985 miliar pada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), yang dulu bernama Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo).
"Kan potensi (kerugian negara) Rp958 miliar, kita masih tunggu perhitungan BPK saja," kata Kepala Seksi Intel Kejari Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting, dikutip Minggu (16/3/2035).
Karena sementara total kerugian negara sebesar Rp958 miliar. Didapat berdasarkan hitungan dari nilai proyek pengadaan barang atau jasa dan pengelolaan PDNS selama 2020-2024.
“Anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp959.485.181.470,” tuturnya.
Sekedar informasi, pengusutan kasus ini sesuai dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tertanggal 13 Maret 2025. Dimulai, setelah Kemenkominfo melakukan pengadaan barang dan jasa PDNS senilai Rp 958 miliar.
Dalam prosesnya, diduga terdapat pengondisian terhadap pemenang kontrak PDNS antara pejabat Kemenkominfo dan pihak swasta, PT AL. Akibatnya, pada 2020, pejabat Kemenkominfo bersama perusahaan swasta menjadikan PT AL sebagai pemenang kontrak senilai Rp 60,3 miliar. Hal ini berlanjut pada 2021 dengan nilai kontrak yang lebih besar, yakni Rp 102,6 miliar.
"Pada 2022, ada pengondisian lagi antara pejabat di Kominfo dengan perusahaan swasta tersebut untuk memenangkan perusahaan yang sama," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting, dikutip pada Sabtu (15/3/2025).
Penunjukan pemenang itu diduga dilakukan dengan menghilangkan persyaratan tertentu sehingga perusahaan tersebut bisa terpilih sebagai pelaksana kegiatan dengan nilai kontrak Rp 188,9 miliar.
Selanjutnya, pengondisian berlanjut hingga perusahaan yang sama berhasil memenangkan proyek pekerjaan komputasi awan (cloud) dengan nilai kontrak sebesar Rp 350,9 miliar pada 2023 dan Rp256,5 miliar pada 2024. Namun, perusahaan itu bermitra dengan pihak yang tidak dapat memenuhi persyaratan ISO 22301.
Dalam penyidikan, penunjukan pemenang proyek tersebut diduga dilakukan tanpa pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposnya data diri penduduk Indonesia.
Bahkan, anggaran pelaksanaan PDNS senilai Rp 959,4 miliar tersebut pun tidak dilakukan sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
"Pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposnya data diri penduduk Indonesia, meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDNS ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp 959.485.181.470," ujar Bani.
Sebagai informasi, penyidik telah menggeledah beberapa tempat di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor, dan Tangerang Selatan serta telah menyita beberapa barang bukti, seperti dokumen, uang, mobil, tanah, bangunan, serta barang bukti elektronik.
9 bulan yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 1 hari yang lalu
BUDAYA | 1 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 20 jam yang lalu