KPK Sita 24 Aset Terkait Kasus Kredit LPEI, Potensi Kerugian Negara Rp 11,7 Triliun

BeritaNasional.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 24 aset atas nama perusahaan yang terafiliasi dengan tiga tersangka kasus pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Menurut Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, 22 aset yang disita KPK berlokasi di wilayah Jabodetabek, sedangkan sisanya berada di Surabaya.
"KPK telah melakukan penyitaan aset atas nama perusahaan yang terafiliasi dengan tersangka," ujar Asep di Gedung Merah Putih, dikutip Jumat (21/3/2025).
Asep mengatakan, ke-24 aset yang disita penyidik lembaga antirasuah dari berbagai tempat tersebut senilai Rp 882 miliar berdasarkan Zona Nilai Tanah (ZNT).
"Terhadap ke-24 aset tersebut telah dilakukan penilaian berdasarkan ZNT senilai Rp 882.546.180.000," tuturnya.
Asep mengatakan kerugian itu terdiri dari outstanding pokok Kesehatan dan Keamanan Energi (KMKE) 1 PT Petro Energy senilai Rp 297,8 miliar, sedangkan kerugian keuangan negara dari outstanding pokok KMKE 2 PT Petro Energy senilai Rp 549,4 miliar.
Dalam perkara ini, KPK sudah menahan tiga tersangka, di antaranya Direktur Utama PT Petro Energy (PT PE) Newin Nugroho, Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal atau Komisaris Utama PT Petro Energy (PE) Jimmy Masrin, dan Direktur Keuangan PT PE Susy Mira Dewi Sugiarta.
Kerugian Negara Capai Rp 11,7 Triliun
Menurut Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyidik KPK, Budi Sukmo, kasus ini berpotensi merugikan negara hingga Rp11,7 triliun.
"Pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada 11 debitur berpotensi merugikan negara dengan total mencapai Rp11,7 triliun," ujar Budi.
Meski telah menetapkan lima tersangka, KPK belum melakukan penahanan terhadap mereka. Budi menjelaskan bahwa lembaga antirasuah masih terus melengkapi alat bukti dalam penyidikan perkara ini.
"KPK belum melakukan penahanan terhadap para tersangka. KPK masih terus melengkapi alat bukti dalam proses penyidikan," tuturnya.
Dugaan Benturan Kepentingan
KPK menduga terjadi benturan kepentingan (conflict of interest) antara direksi LPEI dengan PT Petro Energy dalam kasus ini. Para tersangka diduga telah melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.
Budi mengungkapkan bahwa Direktur LPEI tidak melakukan kontrol terhadap penggunaan kredit sesuai MAP (Monitoring and Assessment Process).
Bahkan, Direktur LPEI disebut memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit meskipun tidak layak diberikan.
Dalam perkara ini, PT Petro Energy diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlying pencairan fasilitas kredit, yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Selain itu, PT Petro Energy diduga melakukan window dressing terhadap laporan keuangan serta menggunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukannya sebagaimana tertuang dalam perjanjian.
"Atas pemberian fasilitas kredit oleh LPEI khusus kepada PT Petro Energy ini, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar USD60 juta (sekitar Rp900 miliar lebih)," tandas Budi.
9 bulan yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
PENDIDIKAN | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
EKBIS | 21 jam yang lalu
EKBIS | 19 jam yang lalu