Kejagung Teliti Kembali Kasus Pagar Laut Kohod, Status Berkas Belum Diputuskan

BeritaNasional.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali mempelajari berkas perkara yang telah dikirimkan ulang oleh Bareskrim Polri terkait dugaan pemalsuan sertifikat atas polemik kemunculan pagar laut di Desa Kohod, Perairan Kabupaten Tangerang.
"Saat ini Tim JPU sedang mempelajari dan meneliti kembali," kata Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar saat dihubungi, Sabtu (12/4/2025).
Karena berkas yang sudah diterima sejak Kamis (10/4/2025), sampai saat ini masih dianalisis. Maka masih memerlukan beberapa waktu untuk nantinya apakah berkas perkara atas nama tersangka Kades Kohod Arsin Cs bisa dilanjutkan atau tidak.
Sedangkan apabila belum lengkap maka JPU akan kembali memberikan petunjuk terhadap penyidik Bareskrim. Karena alasan pengembalian dari jaksa, untuk kasus pagar laut di Tangerang diusut berbarengan kasus korupsinya.
"Jika hasil penelitiannya sudah ada nanti kita sampaikan ya," pungkasnya.
Sebelumnya, Dittipidum Bareskrim Polri hari ini tetap kembali mengajukan berkas terkait dugaan pemalsuan sertifikat yang berujung polemik kemunculan pagar laut di Desa Kohod atau Perairan Kabupaten Tangerang.
Langkah tersebut disampaikan Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro menanggapi catatan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) yang meminta kasus dikembangkan menjadi dugaan tindak pidana korupsi (tipikor)
“Kami tetap dari penyidik Polri khususnya melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 263 KUHP. Menurut penyidik yang berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formil maupun materil,” kata Djuhandhani kepada wartawan, Kamis (10/4/2025).
Menurutnya berdasarkan hasil pemeriksaan para saksi ahli termasuk pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atas pengembangan kasus pemalsuan sertifikat belum ditemukan indikasi kerugian negara.
“Kita diskusikan kira-kira ini ada kerugian negara di mana ya. Mereka (BPK) belum bisa menjelaskan adanya kerugian negara,” ucapnya.
Kemudian terkait pidana umum menyangkut pemalsuan sertifikat, kata Djuhandani, seharusnya telah sesuai dengan ‘lex consumen derogat legi consumte’ yakni asas didasarkan pada fakta-fakta dominan dalam suatu perkara.
Dengan posisi kasus pemalsuan sertifikat yang tidak merugikan perekonomian negara. Namun, memiliki dampak kerugian pada masyarakat yang terganggu kehidupannya akibat pagar laut yang membentang di perairan Tangerang
“Karena kerugian yang ada saat ini yang didapatkan penyidik adalah kerugian yang oleh para nelayan. Dengan adanya pemagaran itu dan lain sebagainya. Jadi kita masih melihat itu sebagai tindak pidana pemalsuan,” tuturnya.
Sehingga, Jenderal Bintang Satu Polri itu menyebut kasus polemik pagar laut terkait pemalsuan sertifikat, berbeda dengan kasus dugaan suap atau gratifikasi. Sehingga Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) nya pun akan terpisah.
Diketahui dalam kasus pemalsuan sertifikat telah ditetapkan tersangka yakni, Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin bin Asip, Sekretaris Desa Kohod Ujang Karta, dan dua orang lain berinisial SP dan CE selaku penerima kuasa. Mereka dijerat Pasal 263 KUHP dan Pasal 264 KUHP dengan ancaman pidana paling lama delapan tahun penjara.
“Perbuatannya kan berbeda, antara menerima sama memalsukan. Tidak (ada perubahan) karena SPDP nya, sendiri,” sebutnya.
10 bulan yang lalu
HUKUM | 9 jam yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu