Tak Kunjung Tetapkan Tersangka Korupsi CSR BI, Ketua KPK: Ada Saatnya

BeritaNasional.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak kunjung memberikan penjelasan terkait belum ditetapkannya tersangka kasus dugaan korupsi Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI).
Ketua KPK Setyo Budiyanto hanya mengatakan penetapan tersangka dilakukan pada saat yang tepat dan tak ada rentang waktu.
"Ada saatnya nanti segera ditetapkan," ujar Setyo di Gedung Merah Putih pada Selasa (30/4/2025).
Menanggapi pertanyaan soal alasan belum adanya penetapan tersangka meski sejumlah pihak telah diperiksa, Setyo memastikan tidak ada kendala dalam penyidikan yang sedang berlangsung.
"Enggak ada. Sampai dengan hari ini tidak ada," tuturnya.
Ia menjelaskan surat perintah penyidikan (sprindik) kasus tersebut dikeluarkan sebelum masa kepemimpinannya. Menurut dia, saat ini, KPK melakukan kajian lanjutan untuk memastikan proses berjalan.
"Ada beberapa hal tentu kami akan melanjutkan, mengkaji semuanya. Saatnya nanti penyidik, khususnya Direktur Penyidikan dan Kedeputian Penindakan, akan melakukan pembahasan. Iya, ada waktunya," tandasnya.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengungkap salah satu modus dalam kasus korupsi dana CSR BI adalah tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Asep menyebut dana CSR disalurkan ke rekening yayasan, lalu ditransfer kembali ke rekening pribadi pelaku dan keluarganya.
"Yang kami temukan selama ini adalah uang tersebut masuk ke rekening yayasan, kemudian ditransfer balik ke rekening pribadi,” ungkap Asep.
Menurut dia, dana itu juga dikirim ke rekening orang lain yang mewakili pelaku karena BI hanya memperbolehkan penyaluran CSR kepada yayasan, bukan perorangan.
Ia mengatakan para pelaku sengaja membentuk yayasan untuk menampung dana CSR yang kemudian disalahgunakan.
"Ini juga memang diberikan kepada Komisi XI, di mana Saudara S dan HG ada di situ ya, membuat yayasan. Melalui yayasan tersebutlah uang-uang itu dialirkan," ujarnya.
Awalnya, dana CSR digunakan untuk keperluan sosial seperti pengadaan ambulans dan pemberian beasiswa. Namun, dalam praktiknya, dana tersebut diselewengkan.
"Keperluannya ada untuk pembelian ambulans, kemudian ada untuk beasiswa, ada untuk kegiatan pembangunan rutin, dan lain-lain. Pokoknya untuk kegiatan sosial," kata Asep.
"Setelah itu, dia tarik tunai, diberikan kepada orang tertentu, lalu digunakan untuk membeli properti dan keperluan pribadi, bukan untuk kegiatan sosial," tandasnya.
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
TEKNOLOGI | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu